Benarkah Dasar Negara Indonesia Pancasila Lahir Pada 1 Juni 1945?



Benarkah Dasar Negara Indonesia Pancasila Lahir Pada 1 Juni 1945?

Opini Bangsa - Para pejuang kemerdekaan Indonesia telah mampu menyusun dan mengesahkan Konstitusi Negara Indonesia yang dikenal dengan UUD 45. Pada bagian ‘Pembukaan’ tercantum dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, Pancasila. Pasal-pasal Batang Tubuh memiliki keterkaitan erat dengan Pembukaan, dan bernafaskan nilai-nilai Pancasila secara mantik dan cantik.

‘Saya Indonesia, Saya Pancasila!’ adalah teriakan dan slogan pada ‘Pekan Pancasila’ 29 Mei - 4 Juni 2017, dalam rangka peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945 - 1Juni 2017, yang saat ini sedang menjamur. Bagus juga, rakyat diingatkan bahwa dasar negara dan falsafah kita adalah Pancasila. Mengapa bagus, karena ada anak-anak yang berusia 9 tahun ditanya tentang Pancasila ada yang belum mengerti, ada juga kelompok tertentu yang tidak mau mengerti.

Namun di sisi lain, ada juga anak berusia 9 tahun sudah ngerti dan malah bertanya secara kritis : ‘Benarkah Pancasila lahir 1 Juni 1945?’ Bahkan orang dewasapun ikut menyuarakan pendapatnya tentang Pancasila. Tak urung para nitizen pun ikut menimbrung mengutarakan pendapatnya.

Pendapat yang Berkembang

Kalender 1 Juni 2017 warna merah berarti libur, tertulis sebagai ‘Hari Lahir Pancasila’. Bermunculan berbagai komentar dan pendapat dari para nitizen. Edwin Sukowati, anggota DPR/MPR fraksi PDI tahun ’87-’92, putra Ketum PDI ’81-‘92 Prof Dr. Soenawar Soekowati SH, yang pernah menjabat Menteri Negara Kesra Kabinet era pak Harto pun ikut berkomentar menyampaikan pemikirannya.

Ketika Pancasila dikatakan sebagai salah satu Pilar, Edwin berpendapat hal tersebut bukan karena kesleo lidah atau kepleset ngomong. Mengatakan Pancasila sebagai pilar, mensejajarkan dengan UUD 45, NKRI dan sesanti bangsa Bhinneka Tunggal Ika, patut diduga sebagai langkah strategis untuk merubah Dasar Negara Pancasila secara perlahan, oleh kelompok atau kekuatan tertentu.

Edwin berpendapat, ‘sutradara’ amandemen UUD 45 patut diduga faham bahwa nafas Batang Tubuh UUD hasil amandemen bertentangan dengan Pancasila yang ada di dalam Pembukaan UUD 45. Maka dibuatlah stigma escape-nya dengan menyebut Pancasila sebagai Pilar. Tujuannya, agar sila-sila Pancasila bisa diganti. Bagaimana tidak, saat ini saja, Bhinneka Tunggal Ika sudah menjadi multi tafsir, sudah ada yang menghembuskan yang pemahamannya menjadi ‘kebhinekaan’ saja, kata Edwin.

Ada kekhawatiran Edwin yang lebih ekstrem lagi, tidak menutup kemungkinan sila-4 bisa berubah menjadi ‘Kerakyatan’ atau ‘Demokrasi’ saja. Ada kecurigaan atau kekhawatiran yang mendalam, adanya indikasi keinginan untuk mengubah makna tujuan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dibuat untuk kepentingan rakyatnya, dirubah untuk kepentingan global/kapitalisme. Dasar negara sangatlah penting, sebagai landasan Konstitusi Negara, kata Edwin.

Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah, adalah kalimat bijak untuk kelangsungan nilai-nilai bangsa. Untuk bisa memahami bagaimana proses ditetapkannya Dasar Negara Indonesia Mereka, perlu kita baca sejarah seputar sidang-sidang BPUPKI dan PPKI.

BPUPKI (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai)

Dasar Negara dan Undang-Undang Dasar dirumuskan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan ini dipimpin oleh Dr. KRT. Radjiman Wedyodiningrat, dengan wakil Ichibangase Yosio (Jepang) dan Raden Panji Soeroso. Anggota BPUPKI ada 62 orang dan 6 orang anggota tambahan.

BPUPKI melaksanakan dua masa persidangan. Sidang pertama pada 28 Mei – 1 Juni 1945 membahas tentang dasar negara. Sidang kedua pada 10 – 17 Juni 1945, membahas bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan UUD, ekonomi dan keuangan, pembelaan, pendidikan dan pengajaran.



Sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, membicarakan tentang Dasar Negara dengan memberikan waktu kepada anggota Muh. Yamin. Ketika Muh. Yamin pidato, ada dialog dalam sidang antara Muh. Yamin dengan Wakil Ketua Soeroso, yang meminta agar Muh. Yamin tidak menyimpang dari apa yang dimaksud dalam sidang. Memang ada beberapa yang diutarakan Muh. Yamin dinilai oleh Wakil Ketua melebar di luar masalah Dasar Negara.

Namun dalam pidatonya, Muh. Yamin sudah mengutarakan Dasar Negara Indonesia Merdeka yang hendak dibangun, berdasarkan (1) Peri-Kebangsaan (2) Peri-Kemanusiaan (3) Peri-Ketuhanan (4) Peri-Kerakyatan (5) Kesejahteraan Rakyat. Muh. Yamin secara panjang lebar menjelaskan satu persatu makna dari kelima dasar tersebut, dihadapan sidang.

Sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, mendengarkan pidato anggota BPUPKI Soepomo. Namun secara eksplisit tidak nampak pemikiran Soepomo tentang dasar negara. Soepomo antara lain menjelaskan pentingnya daerah atau wilayah. Syarat mutlak masalah rakyat sebagai warga negara, pemerintah berdaulat menurut hukum internasional dan sistem dan bentuk negara, dan lain-lain.

Sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, mendengarkan pidato anggota BPUPKI Soekarno, yang lebih dikenal dengan Bung Karno, tentang dasar negara. Awal pidato Soekarno sangatlah memukau dan gamblang, tentang arah yang akan disampaikan, dengan kutipan sebagai berikut :

“Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya yang diminta oleh Paduka Tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda “Philosofische grondslag” daripada Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi”.

Secara eksplisit Bung Karno menyampaikan dasar negara Indonesia Merdeka ada 5 prinsip yaitu (1) Kebangsaan Indonesia (2) Internasionalisme, atau perikemanusiaan (3) Mufakat, atau demokrasi (4) Kesejahteraan sosial (5) Ketuhanan. Kelima prinsip tersebut oleh Bung Karno dinamakan Panca Sila. Di atas kelima dasar itulah Indonesia Merdeka didirikan, kekal dan abadi.

Bung Karno dalam sidang menawarkan jika tidak suka bilangan lima, boleh diperas menjadi 3 atau Tri Sila. Dasar pertama dan kedua diperas menjadi ‘socio-nationalisme’. Ketiga dan keempat diperas menjadi ‘socio-democratie’. Sila Ketuhanan tetap. Selanjutnya Bung Karno juga menawarkan jika cuma ingin satu dasar saja, Tri Sila bisa diperas menjadi ‘Gotong Royong’.

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pekerjaan BPUPKI dilanjutkan oleh PPKI dengan anggota 21 orang yang terdiri dari perwakilan berbagai etnis.

PPKI (Dokuritsu Zyunbi Inkai)

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersidang setelah Proklamasi Kemerdekaan. Sidang pertama 18 Agustus 1945, dipimpin Ir. Soekarno dan wakilnya Drs.Moh. Hatta. Seluruh anggota PPKI awalnya 21 orang, namun dalam sidang ada tambahan 6 orang. Acara sidang pertama adalah pengesahan Undang Undang Dasar, dimana rancangannya sudah dibicarakan di Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai.

Cuplikan pidato pengantar Bung Karno, selaku pimpinan sidang :



“Sekarang saya persilakan Paduka Tuan Hatta Zimukyokutyo memberitahukan kepada tuan-tuan perubahan-perubahan daripada perkataan-perkataan yang diusulkan dan disetujui oleh beberapa anggota, mengenai pembukaan Undang-Undang Dasar serta pasal-pasal Undang-Undang Dasar”.

Cuplikan di atas penting untuk dikutip, guna menunjukkan bahwa rancangan Undang Undang Dasar yang dibahas dalam Sidang PPKI bukanlah rancangan yang mendadak dan disusun secara tergesa-gesa, sebagaimana penilaian beberapa orang yang sinis terhadap UUD 45 yang asli. Apabila kita membaca dengan jernih, isi dan bahasanya sangat berbobot, mantik dan cantik. Ada korelasi atau hubungan yang erat antara Pembukaan dengan Batang Tubuh.

Walaupun rancangan sudah pernah dibicarakan dan ada perbaikan, toh pada sidang pertama PPKI masih ada juga usul-usul penyempurnaan yang berjalan sangat tertib, dengan mepergunakan bahasa yang sopan sehingga mengagumkan. Soekarno, Moh Hatta, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, dan I Gusti Ktut Pudja, adalah tokoh yang bicara dalam penyempurnaan.

Sidang pertama PPKI membicarakan Undang Undang Dasar. Lalu di bagian manakah kita bisa melihat adanya dasar negara? Perlu diketahui, ada korelasi antara Dasar Negara dengan Undang Undang Dasar Negara. Dasar Negara sebagai falsafah bangsa diimplentasikan atau dioperasionalkan oleh UUD. Dasar Negara Indonesia bisa dibaca dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 45 pada alinea-4, dengan cuplikan sebagai berikut :

“Kemudian daripada itu,…………… dst, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Apabila saat ini kita mengenal Dasar Negara Indonesia, Pancasila yang ditulis dalam bentuk 5 sila dan disusun secara hirarkis (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab (3) Persatuan Indonesia (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan (5) Keadilan sosial bagi selurah rakyat Indonesia; pada hakikatnya sama atau diambil dari Pembukaan UUD 45 sebagai kaidah yang fundamental, yang disahkan dalam Sidang PPKI, 18 Agustus 1945.

Penutup

Buku sejarah yang disusun berdasarkan fakta, data dan keterangan pelaku sejarah, sebagai sumber yang tak terbantahkan. Pandangan dan pemikiran tentang Dasar Negara dari anggota Muh. Yamin (29/5/45) Soepomo (31/5/45) dan Soekarno (1/6/45) merupakan bahan yang diproses oleh Panitia Kecil dalam BPUPKI.

Panitia Kecil, yang juga dikenal sebagai Panitia Sembilan, beranggotakan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr.A.A. Maramis, Abikoesno Cokrosoejoso, Abdoel Kahar Moezakir, H. Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, Wachid Hasjim, Mr. Muhammad Yamin. Panitia Sembilan mengolah pandangan dan pemikiran ketiga tokoh di atas tentang dasar negara.

Panitia Sembilan, semula dimaksudkan untuk menyusun teks proklamasi. Kerja dari Panitia Sembilan menghasilkan naskah yang dikenal dengan ‘Piagam Jakarta’. Dalam perjalanannya, Piagam Jakarta ini digunakan sebagai Pembukaan Undang Undang Dasar.

Pada persidangan PPKI tanggal 18 Agustus 1945, membicarakan Undang Undang Dasar. Moh. Hatta menyampaikan beberapa perubahan kalimat dari Piagam Jakarta atas usul dari para anggota, yang selanjutnya dijadikan sebagai Pembukaan UUD. Akhirnya, Sidang PPKI berjalan seperti yang telah diuraikan di atas.

Mencermati catatan sejarah di atas, kiranya menjadi mudah untuk menjawab pertanyaan, sebenarnya kapan Dasar Negara Indonesia Merdeka, Pancasila lahir? Atau benarkah Pancasila lahir pada 1 Juni 1945? Kelahiran Pancasila bukanlah seperti kelahiran bayi di rumah sakit sehingga bayi bisa tertukar bak cerita sinetron “Bayi yang Tertukar”.

Mengacu sejarah di atas, formulasi kalimat setiap sila dan hirarki penyusunan sila-sila Pancasila, kiranya tidak akan kita temui di dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Pancasila yang kita kenal saat ini, hakikatnya diambil dari rangkaian kalimat pada alinea-4 Pembukaan UUD 45, yang telah mendapat pengesahan pada Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945.

Singkat kata, ditinjau dari perspektif formulasi setiap sila, makna yang dikandung setiap sila, hubungan hirarki sila satu dengan lainnya, Pancasila yang kita gunakan sebagai dasar falsafah bangsa saat ini, yang benar lahir pada tanggal 18 Agustus 1945. Itulah sejarah. Semoga bisa dipahami. Insya Allah [opinibangsa.id / tsc]

[apikepol.com]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :