Serangan dari Senayan bongkar kebobrokan KPK








Nasional.in ~ Pansus Angket dibuat DPR buat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah bergulir. Pelbagai pihak pernah berurusan dipanggil satu per satu. Mereka mengeluarkan keluh kesahnya dan mengungkap bagaimana buruknya kinerja lembaga anti korupsi tersebut.

Mereka dipanggil parlemen berlokasi di Senayan, Jakarta Pusat, itu di antara terpidana kasus suap pilkada, Muchtar Effendi, Niko Panji Tirtayasa dan Yulianis. Dua orang ini merupakan saksi penting bagi kasus besar pernah diungkap KPK. Pernyataan mereka perlahan membuat para anggota Pansus Angket KPK merasa yakin bahwa ada kesalahan di tubuh KPK selama belasan tahun ini.

Dalam kesaksiannya, Muchtar menyampaikan telah mendapatkan berbagai ancaman dan intimidasi dari penyidik KPK Novel Baswedan. "Ancaman pertama di apartemen MOI pada saat penggeledahan dia (Novel) datang menggeledah mengancam kalau saya akan penjarakan selama 20 tahun dan saya akan dimiskinkan sebagaimana saya memiskinkan Jenderal Djoko Susilo (Mantan Kakorlantas di kasus simulator SIM)," kata Mochtar di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa kemarin.

Muchtar juga mengklaim sempat mendapatkan ancaman pembunuhan dari Novel. Sepupu Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan itu, kata Mochtar, mengancam akan membunuhnya ketika keluar dari penjara.

"Dia akan membunuh saya apabila keluar penjara 'jika keluar saya akan bunuh Pak Muchtar kita satu lawan satu'," klaimnya.

Dalam kasusnya, Muchtar Effendy telah divonis 5 tahun denda 200 Juta subsider 3 bulan. Kemudian, KPK kembali menetapkan Muchtar Effendy (ME) sebagai tersangka suap sengketa Pilkada di Kabupaten Empat Lawang dan Kota Palembang melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

Muchtar disangka melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Sementara itu, Niko sekaligus keponakan Muchtar, menyebut empat diberikan arahan dua orang Jaksa KPK. Dalam arahan itu Niko juga dilarang untuk melakukan persidangan bersamaan dengan Muchtar Effendi notabene adalah paman dari Niko Panji.

"Jaksanya ngeri. Pak Pulungan dan Ibu Eli. Saya di sana diarahkan harus jawab apa, ngomong apa, dan enggak boleh sidang berbarengan dengan paman saya (Muchtar Effendi). Sebelum saya sidang, diarahkannya di Aston," ungkapnya.

Selain itu, Niko juga mengatakan sempat mendapatkan perlakukan khusus dari para pihak KPK. Contohnya, seperti pembiayaan liburan ke Raja Ampat.

"Pihak KPK bayarin saya ke Raja Ampat, Bali, Lombok, hingga kembali lagi ke Jakarta. Itu sebelum persidangan dan mereka yang tanya ke saya mau liburan ke mana. Hotel, reservasi, semua diatur KPK. Liburan ini yang bikin saya sadar kalau bohong di negara ini nikmat," terangnya.

Sehari sebelumnya, saksi kunci kasus korupsi Wisma Atlet Hambalang, Yulianis, dipanggil Pansus Angket KPK. Dia mengungkap adanya keistimewaan dilakukan penyidik KPK terhadap mantan bosnya sekaligus bendahara Partai Demokrat sekaligus, Nazaruddin. Dia membongkar drama kebohongan Nazaruddin dalam kasus korupsi proyek wisma atlet Hambalang dengan terpidana, Anas Urbaningrum.

Dia mengatakan, kebohongan itu berawal ketika Nazaruddin meminta Marisi Matondang selaku saksi agar menyebut mobil Harrier diberikan kepada mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum berasal dari dana proyek Hambalang.

Bahkan dirinya mengaku mendapat cerita langsung dari Marisi. Kala itu, kata Yulianis, Marisi menyebutkan bahwa Nazaruddin tiba-tiba masuk ke ruang penyidikan untuk menerangkan asal usul mobil Harrier buat Anas.

"Marisi Matondang dipaksa berbohong (oleh Nazarudin) bahwa mobil Harrier ini berasal dari proyek Hambalang nilainya Rp 700 juta rupiah," kata Yulianis, Senin lalu.

Yulianis juga mengaku bahwa dalam penangkapan tersebut salah satu penyidik KPK, Novel Baswedan, pernah memberi ancaman. Kala itu Novel mengancam bakal menjadikan tersangka bila dirinya tidak mengikuti arahannya. Menuruti permintaan Novel Baswedan, akhirnya Yulianis mau diajak ke KPK untuk diperiksa sebagai saksi Nazaruddin. Namun, ketika sampai di gedung KPK tidak langsung diperiksa.

"Ketika sampai jam 12 saya enggak langsung diperiksa, melainkan menjelang salat Magrib baru diperiksa penyidik KPK, sekitar pukul 18.00 WIB," tutur Yulianis.

Nyanyian Yulianis tak berhenti sampai di situ. Keterangan mengejutkan dibeberkan Yulianis di depan anggota Pansus KPK yang menyebut mantan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Pradja menerima uang Nazaruddin sebesar Rp 1 miliar melalui Minarsih di kantor pengacara Elza Syarief.

Mendengar hal itu, Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, menyatakan akan mempelajari dengan baik terkait pencatutan nama mantan petinggi KPK itu. "Jadi kalau pernyataan Yulianis itu akan kami pelajari dengan seksama dan apabila memang ditujukan kepada komisioner sebelumnya tentang terlibat dalam suatu suatu kasus," kata Laode.

Menurut Laode, nantinya KPK akan memberikan penjelasan secara gamblang usai melakukan pemeriksaan terkait pernyataan dari Yulianis itu. Karena pemberian klarifikasi setelah penyelidikan merupakan salah satu kewajiban bagi KPK.

"KPK tidak akan tutup mata dalam beri klarifikasi setelah memeriksa secara seksama itu adalah kewajiban KPK," ungkapnya.

Selain itu, kata Laode, beberapa pernyataan dari Yulianis dalam kesaksian untuk kasus Nazaruddin sudah pernah ditindak lanjuti. "Saya pikir banyak sekali keterangan yang dari Yulianis ditindak lanjuti oleh KPK. Tetapi misalnya ada aliran A ke B setelah pernyataan tidak ada yang mendukung. Itu tidak bisa ditindak lanjuti tetapi apakah pernyataan-pernyataan itu ditindak lanjuti KPK untuk kasus yang sudah inkrah," terangnya. [ang]

ADA BERITA MENARIK SCROLL KE BAWAH www.NASIONAL.in
Sumber Berita : merdeka.com


[nasional.in/apik.apikepol.com]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates: