Refendum Aceh Hanya Perlu De Jure Perkuat Pengakuan Internasional
GELORA.CO - Keinginan refendum yang dilontarkan oleh Ketua DPA Partai Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem sebetulnya wacana baru.
Pegiat Sejarah Damai Resolusi Konflik (PSDRK), Muhammad Ichsan mengingatkan bahwa tahun 2005 silam, Aceh telah melaksanakan referendum rakyat melalui pakta integritas damai antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka, kelak sering disebut MoU Helsinki,
"Seperti tahun proklamir referendum tahun 1999. Sebenarnya Referendum Aceh tersebut telah lebih kepada pengakuan de facto bahwa 60 persen kedaulatan suatu daerah telah diberikan ke pemerintahan lokal dan terpantau internasional," ulas Ichsan kepada redaksi, Rabu (29/5).
Hanya 40 persen lagi de jure harus diperjuangkan bersama-sama oleh suatu bangsa agar diakui mayoritas internasional
"Aceh sebenarnya sudah sangat gampang mendapatkan pengakuan kemerdekaan secara penuh karena telah masuk berbagai forum di ranah PBB dan organisasi negara non PBB internasional dan organisasi ini tertata rapi," terangnya.
Sebelumnya, Mualem menuturkan bawa keadilan dan demokrasi di Indonesia saat ini tidak lagi jelas.
"Maaf Pak Pangdam, ke depan Aceh kita minta referendum saja," cetusmantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu pada acara peringatan wafatnya Hasan Tiro yang ke-9 di Gedung Amel, Banda Aceh, Senin malam (27/5) lalu. [rm]