Miris! Kini Etnis Tionghoa Berani Hina Gubernur dengan Sebutan "Tikus Got"






Umatuna.com - Penghinaan yang dilakukan Steven Hadisurya Sulistyo dengan menyatakan kata tiko alias tikus kotor atau tikus got kepada Hafizh Al Quran yaitu Tuan Guru Bajang selaku gubernur Nusa Tenggara Barat menjadi keprihatinan nasional. Banyak pihak yang marah, mengecam dan menjanjikan pembalasan, kendati dalam ruang dunia maya.

Terkait hal itu, Masyarakat Harmoni untuk Keadilan (MHK) memandang serius penghinaan yang dilakukan Steven yang kebetulan berasal dari etnis Tionghoa terhadap Tuan Guru Bajang Dr. H. Zainul Majdi yang juga kebetulan representasi par exellent dari golongan pribumi.

"Personifikasi figur Zainul Majdi sangat lengkap mewakili rasa kebanggaan kaum pribumi. Dimensi pribadinya mencakup pejabat pemerintah yang rendah hati, Hafizh Al-Qur'an, tamatan S3 perguruan tinggi Al-Azhar, dan cucu seorang ulama terkemuka di Indonesia dengan organisasi keagamaan yang masih berkembang. Raut wajahnya melambangkan raut wajah pribumi Indonesia," jelas Ketua MHK Syahrul Efendi Dasopang kepada redaksi, Sabtu (15/4).

Menurutnya, Steven juga melambangkan khas seorang Tionghoa imajiner bagi pribumi Indonesia. Angkuh, bermata sipit, suka berkata kasar dan kaya raya.

Uniknya, kejadian itu berlangsung di Singapura. Dalam opini yang berkembang Singapura adalah negara khas hasil siasat dan arogansi etnis Tionghoa di Nusantara. Negara kota itu adalah ironi sejarah dan tragedi bagi puak Melayu, di mana pendatang Tionghoa dapat berkuasa dan mendominasi di atas pribumi Melayu.

"Citra negara ini bagi kaum pribumi adalah momok yang mencemaskan sekaligus menyesalkan karena dua hal. Pertama, contoh nyata bila etnis Tionghoa mendominasi. Kedua, negara parasit yang menghisap kekayaan Indonesia, menampung kekayaan yang dicuri dari Indonesia, dan surga bagi para koruptor Indonesia yang menyelamatkan diri dan kekayaannya dari jeratan hukum," beber Syahrul.

Dia mengatakan, Steven versus Tuan Guru Bajang dengan lokasi kejadian di Singapura merupakan hal sempurna sebagai peristiwa yang dapat menyulut api permusuhan, yang bibitnya terpendam dan dapat meletup dengan dahsyat. Hanya kelapangan dada dan kemampuan untuk tenang dan bersabar dari golongan pribumilah satu-satunya faktor yang dapat menggagalkan api permusuhan untuk tidak berkobar lebih bahaya menjadi kerusuhan sosial.

"Syukurnya, Tuan Guru Bajang sebagai korban pencercaan Steven tersebut sudah memaafkannya secara terbuka. Steven sendiri sudah mengumumkan permintaan maafnya secara terbuka dan formal," kata Syahrul.

MHK tidak memungkiri jika kasus itu sewaktu-waktu dapat dieksploitasi oleh banyak pihak untuk kepentingan politik. Meski demikian, MHK memuji dan menghargai sikap Tuan Guru Bajang yang memaafkan perlakuan tidak sopan dan beradab dari Steven.

Peristiwa itu juga sebagai introspeksi diri bagi masyarakat yang kebetulan berasal dari etnis Tionghoa agar lebih mempererat kerja sama secara tulus dengan kaum pribumi di segala bidang, terutama ekonomi, pendidikan dan kebudayaan.

MHK menilai perlunya mengubur prasangka rasial baik oleh masyarakat dari etnis Tionghoa maupun golongan pribumi.

"Menyerukan kepada masyarakat agar meningkatkan sikap waspada terhadap setiap upaya penggiringan isu anti Tionghoa dan rasialisme kepada plot penjerumusan Indonesia ke dalam konflik horizontal. Yang akan dimanfaatkan oleh banyak kepentingan internasional," demikian Syahrul. (rmol) [Ummatuna/Apikepol]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates: