Pilkada DKI Putaran Ke-2, ACTA Minta Polisi, KPU Dan Pemerintah Netral
Umatuna.com - Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) meminta pihak kepolisian, penyelenggara pemilu dan pemerintah pusat dapat bersikap netral saat masa tenang dan pemungutan suara putaran dua Pilkada DKI Jakarta pada 19 April nanti.
Ketua Dewan Pembina ACTA Habiburrahman menjelaskan, selama masa kampanye putaran dua, pihaknya menemukan indikasi ketidaknetralan pemerintah, penyelenggara pemilu dan pihak keamanan. Terlebih, beberapa indikasi keberpihakan menguntungkan pasangan calon gubernur tertentu.
Indikasi tidak netralnya pemerintah dan kedua institusi tersebut yakni pemanggilan pengurus Masjid Al-Ijtihad di Kelurahan Tomang, Jakarta Barat terkait dengan pemasangan spanduk syiar. Kemudian kasus penangkapan salah satu anggota ACTA Nanik S. Daeng oleh Panwaslu Jakarta Utara karena membagi-bagikan kaos bertuliskan 'Saya Pilih Gubernur Muslim' pada 13 April lalu, serta tidak adanya langkah hukum terkait dugaan penggunaan fasilitas negara dalam hal ini Bank DKI dalam kampanye pasangan calon tertentu.
Indikasi ketidaknetralan aparat hukum dan penyelenggara pemilu seharusnya tidak terjadi lagi saat masa tenang dan hari pemungutan suara.
"Kami harap di masa tenang nanti aparat kepolisian dan penyelenggara pemilu dapat menjaga netralitasnya sampai hari H. Jangan ada pasangan calon yang melakukan kegiatan dan menggunakan fasilitas negara, dan jangan ada pula intimidasi, tekanan dan kriminalisasi terhadap masyarakat yang menyampaikan ekspresi politiknya," jelas Habiburrahman dalam acara Apel Siaga Tim Reaksi Cepat ACTA Lawan Kecurangan Pilgub dan Expose Peta Kecurangan Pilgub di Hotel Ibis, Menteng, Jakarta (Sabtu, 15/4).
Dia menilai, netralitas kepolisian, KPU DKI dan pemerintah menjadi kunci suksesnya pelaksanaan putaran dua Pilkada DKI Jakarta. Selain itu, netralitas tersebut bakal menjadi legitimasi pelaksanaan pilkada yang berjalan kondusif.
Habiburrahman menambahkan, jika pemerintah dan kedua institusi tersebut masih melakukan upaya keberpihakan alias tidak netral maka akan terdeteksi dan direspon langsung oleh masyarakat. Pasalnya dalam putaran dua ini hanya menyisakan dua pasangan calon.
"Jadi selain potensi kecurangan, soal netralitas ini merupakan hal tak kalah penting yang perlu kita antisipasi bersama," pungkas politisi Partai Gerindra tersebut. (rmol) [Ummatuna/Apikepol]
Ketua Dewan Pembina ACTA Habiburrahman menjelaskan, selama masa kampanye putaran dua, pihaknya menemukan indikasi ketidaknetralan pemerintah, penyelenggara pemilu dan pihak keamanan. Terlebih, beberapa indikasi keberpihakan menguntungkan pasangan calon gubernur tertentu.
Indikasi tidak netralnya pemerintah dan kedua institusi tersebut yakni pemanggilan pengurus Masjid Al-Ijtihad di Kelurahan Tomang, Jakarta Barat terkait dengan pemasangan spanduk syiar. Kemudian kasus penangkapan salah satu anggota ACTA Nanik S. Daeng oleh Panwaslu Jakarta Utara karena membagi-bagikan kaos bertuliskan 'Saya Pilih Gubernur Muslim' pada 13 April lalu, serta tidak adanya langkah hukum terkait dugaan penggunaan fasilitas negara dalam hal ini Bank DKI dalam kampanye pasangan calon tertentu.
Indikasi ketidaknetralan aparat hukum dan penyelenggara pemilu seharusnya tidak terjadi lagi saat masa tenang dan hari pemungutan suara.
"Kami harap di masa tenang nanti aparat kepolisian dan penyelenggara pemilu dapat menjaga netralitasnya sampai hari H. Jangan ada pasangan calon yang melakukan kegiatan dan menggunakan fasilitas negara, dan jangan ada pula intimidasi, tekanan dan kriminalisasi terhadap masyarakat yang menyampaikan ekspresi politiknya," jelas Habiburrahman dalam acara Apel Siaga Tim Reaksi Cepat ACTA Lawan Kecurangan Pilgub dan Expose Peta Kecurangan Pilgub di Hotel Ibis, Menteng, Jakarta (Sabtu, 15/4).
Dia menilai, netralitas kepolisian, KPU DKI dan pemerintah menjadi kunci suksesnya pelaksanaan putaran dua Pilkada DKI Jakarta. Selain itu, netralitas tersebut bakal menjadi legitimasi pelaksanaan pilkada yang berjalan kondusif.
Habiburrahman menambahkan, jika pemerintah dan kedua institusi tersebut masih melakukan upaya keberpihakan alias tidak netral maka akan terdeteksi dan direspon langsung oleh masyarakat. Pasalnya dalam putaran dua ini hanya menyisakan dua pasangan calon.
"Jadi selain potensi kecurangan, soal netralitas ini merupakan hal tak kalah penting yang perlu kita antisipasi bersama," pungkas politisi Partai Gerindra tersebut. (rmol) [Ummatuna/Apikepol]