Sikapi Kasus Ahok, Alumni 212: yang Radikal itu Siapa, Pemerintah atau Umat Islam?



Sikapi Kasus Ahok, Alumni 212: yang Radikal itu Siapa, Pemerintah atau Umat Islam?

Opini Bangsa - Presidium Alumni 212 menyoroti tuntutan ringan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjaha Purnama (Ahok).

Hari ini, Jumat (28/4/2017), perwakilan Presidium Alumni 212 menyambangi kantor Komnas HAM, untuk mengadukan indikasi rekayasa penguasa dan penegak hukum terkait kasus tersebut.

Dalam kesempatan ini, hadir eks Ketua MPR Amien Rais, Ketua Presidium Alumni 212, Ustad Sambo dan Ketua Progres 98, Faizal Assegaf, pengacara kondang, Eggi Sujana dan aktivis senior Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Amir Hamzah.

Usai dari kantor Komnas HAM, Amir Hamzah mengingatkan, agar pemerintah rezim Jokowi tidak berlaku radikal dengan mati-matian melindungi penista agama.

"Sebenarnya, yang radikal itu siapa? Mari kita jawab dengan jujur dan kepala dingin. Pemerintah atau umat Islam?," kata Amir kepada TeropongSenayan, di Masjid Cut Mutia, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/4/2017) malam.

Amir menjelaskan, bahwa aspirasi dan tuntutan umat Islam kepada penegak hukum merupakan reaksi dari tingkah laku penegak hukum yang dirasa aneh dalam proses hukum Ahok.



"Jutaan umat Islam baik aksi 411 maupun 212 sudah menyampaikan aspirasinya. Mereka terusik karena kitab sucinya dinodai oleh orang luar yang dia sendiri tidak meyakininya," katana Amir.

"Memang, polisi dan Jaksa sudah menjalankan proses hukum, tetapi umat Islam merasa proses hukumnya hanya dagelan dan permainan. Melenceng jauh dari kebenaran dan keadilan. Ingat, ujung dari proses hukum adalah rasa keadilan. Ini kesannya malah memainkan perasaan umat," jelas Amir.

Selain itu, Amir juga mengaku heran dengan tuduhan-tuduhan yang menyebut umat Islam radikal dan memaksakan kehendak.

"Umat Islam itu telah membuktikan bahwa mereka taat konstitusi, menghormati demokrasi dan penegakan hukum. Tapi, justru penguasa dengan segala cara berusaha melindungi Ahok. Semua penista Agama dihukum berat. Namun itu tak berlaku bagi Ahok. Sekarang pertanyaannya, ini sebenarnya yang radikal siapa? Ulama dan umat Islam atau penguasa?. Sekali lagi, mari jawab dengan jujur," ujar Amir.



Saat ini, menurut Amir, tuntutan hukuman percobaan jaksa terhadap Ahok, tidak sejalan dengan rasa keadilan masyarakat.

"Rasa keadilan masyarakat itu acuannya jelas dan terukur. Jangan dikira rakyat bisa dibodoh-bodohi seenaknya, setelah itu diminta legowo. Ini apa-apaan? Sebenarnya, kita ini mau bernegara apa mau lucu-lucuan?," cetus Amir.

Terakhir, Amir mengingatkan, tentang Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 11 tahun 1964 yang ditujukan kepada semua Kepala Pengadilan Negeri di serluruh Indonesia perihal kasus penghinaan terhadap agama.

Berikut ini bunyi kutipan surat edaran Mahkamah Agung tersebut:‎ 'Karena Agama merupakan unsur yang penting bagi pendidikan rokhaniah, maka Mahkamah Agung menganggap perlu menginstruksikan, agar barang siapa melakukan tindak pidana yang bersifat penghinaan terhadap agama diberi hukuman berat'‎.

"Nah, ini tiba-tiba nanti hukumannya (Ahok) hanya percobaan, dan dibebaskan. Saya kira inilah yang nantinya akan membuat masyarakat tidak lagi percaya pada hukum, sementara pada kasus lain dengan yurisprudensi yang ada, seperti kasus Parmadi, Arswendo dan Musadeq selurugnya dihukum maksimal," beber Amir.

"Jadi, jangan dikira umat diam. Beberapa hari terakhir, ini barang menjadi perhatian serius ulama dan umat Islam di seluruh daerah di Tanah Air. Yang saya dengar, mereka sudah siap masuk Jakarta," pesan Amir.

Diketahui, oleh Korps Adhyaksa yang dipimpin eks politisi Nasdem, M Prasetiyo Ahok dituntut hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.

Jaksa menilai Ahok terbukti menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan di muka umum terhadap suatu atau beberapa golongan.‎ [opinibangsa.id / tsc]

[apikepol.com]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :