FOKUS: 9 Mei Vonis Ahok, Independensi Hakim & Penegakan Hukum di Indonesia Dipertaruhkan
Umatuna.com - SERANGKAIAN aksi umat Islam turun ke jalan menyampaikan aspirasi sudah kelar dihelat. Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) menyatakan, Aksi Simpatik 55 pada 5 Mei 2017 akan jadi aksi puncak, aksi penutup terhadap tuntutan keadilan bagi kasus penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Sebelumnya dari waktu ke waktu di tiap tanggal-tanggal “cantik” macam Aksi 411 (4 November 2016), Aksi 212 (2 Desember 2016), Aksi 112 (11 Februari 2017), Aksi 313 (31 Maret 2017) sampai Aksi Simpatik 55 pada Jumat 5 April lalu, jadi momen umat dan ormas Islam turun ke jalan.
Tuntutannya serupa, yakni menginginkan Ahok diadili seberat-beratnya sesuai ketentuan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Sayangnya pada sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) dalam agenda pembacaan tuntutan jaksa, Ahok justru hanya dihantam tuntutan ringan setahun penjara dengan masa percobaan.
Jelas hal itu menimbulkan polemik lagi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dianggap tidak independen dan terpengaruh tekanan penguasa hingga intervensi Jaksa Agung HM Prasetyo yang notabene, kader Partai Nasional Demokrat (Nasdem)- salah satu partai pendukung Ahok di Pilkada DKI 2017.
Namun pada pengujung Aksi Simpatik 55 lalu, setidaknya massa umat Islam sudah menggenggam jaminan dari Mahkamah Agung (MA) RI, bahwa majelis hakim akan memutuskan vonis buat Ahok sesuai fakta-fakta di persidangan dan nilai-nilai keadilan di masyarakat.
Kini persoalannya tinggal menanti dan mengawal sidang terakhir dengan agenda putusan vonis Majelis Hakim PN Jakut di Auditorium Kementerian Pertanian (Kementan) RI, Ragunan, Jakarta Selatan pada Selasa, 9 Mei mendatang.
Bak laga final sepakbola Piala Dunia atau Liga Champions, agenda sidang putusan hakim 9 Mei nanti akan jadi momen yang paling ditunggu banyak pihak. Meski sudah ada jaminan seperti di atas oleh MA, namun bukan tidak mungkin hakim memutuskan lain.
“Kami tinggal memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diturunkan keadilan pada masyarakat kita dan mengharapkan majelis hakim tetap independen dalam memutus perkara ini, sehingga berdasarkan hati nurani dan kebenaran yang dia yakini,” cetus Wasekjen MUI Zaitun Rasmin kepada Okezone, Sabtu 6 Mei. (okezone) [Ummatuna/Apikepol]
Sebelumnya dari waktu ke waktu di tiap tanggal-tanggal “cantik” macam Aksi 411 (4 November 2016), Aksi 212 (2 Desember 2016), Aksi 112 (11 Februari 2017), Aksi 313 (31 Maret 2017) sampai Aksi Simpatik 55 pada Jumat 5 April lalu, jadi momen umat dan ormas Islam turun ke jalan.
Tuntutannya serupa, yakni menginginkan Ahok diadili seberat-beratnya sesuai ketentuan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Sayangnya pada sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) dalam agenda pembacaan tuntutan jaksa, Ahok justru hanya dihantam tuntutan ringan setahun penjara dengan masa percobaan.
Jelas hal itu menimbulkan polemik lagi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dianggap tidak independen dan terpengaruh tekanan penguasa hingga intervensi Jaksa Agung HM Prasetyo yang notabene, kader Partai Nasional Demokrat (Nasdem)- salah satu partai pendukung Ahok di Pilkada DKI 2017.
Namun pada pengujung Aksi Simpatik 55 lalu, setidaknya massa umat Islam sudah menggenggam jaminan dari Mahkamah Agung (MA) RI, bahwa majelis hakim akan memutuskan vonis buat Ahok sesuai fakta-fakta di persidangan dan nilai-nilai keadilan di masyarakat.
Kini persoalannya tinggal menanti dan mengawal sidang terakhir dengan agenda putusan vonis Majelis Hakim PN Jakut di Auditorium Kementerian Pertanian (Kementan) RI, Ragunan, Jakarta Selatan pada Selasa, 9 Mei mendatang.
Bak laga final sepakbola Piala Dunia atau Liga Champions, agenda sidang putusan hakim 9 Mei nanti akan jadi momen yang paling ditunggu banyak pihak. Meski sudah ada jaminan seperti di atas oleh MA, namun bukan tidak mungkin hakim memutuskan lain.
“Kami tinggal memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diturunkan keadilan pada masyarakat kita dan mengharapkan majelis hakim tetap independen dalam memutus perkara ini, sehingga berdasarkan hati nurani dan kebenaran yang dia yakini,” cetus Wasekjen MUI Zaitun Rasmin kepada Okezone, Sabtu 6 Mei. (okezone) [Ummatuna/Apikepol]

