Di Penjara Dengan Keamanan Maksimum Ini, 80% Narapidana Masuk Islam







Di Penjara Dengan Keamanan Maksimum Ini, 80% Narapidana Masuk Islam

Opini Bangsa - Sing Sing Correctional Facility, sebuah penjara dengan keamanan maksimum yang terletak 30 mil sebelah utara New York City ini, menjadi tempat bagi para pesakitan Amerika menemukan Islam.

Sing Sing, berasal dari nama sebuah suku asli Amerika “Sinck Sinck” (atau “Sint Sinck”), adalah salah satu penjara yang masuk dalam kategori 50 penjara paling mengerikan di seluruh dunia. Reputasi mengerikan tersebut diberikan karena 614 narapidana pria dan wanita, telah dieksekusi mati di penjara ini dengan menggunakan ‘kursi Listrik’.

Namun, kini ada hal yang menarik dari penjara Sing Sing itu, dimana sekitar 80 persen narapidana di sana mengkonversi agama mereka menjadi Islam. Sejauh ini Sing Sing menjadi rumah pesakitan bagi sekitar 1600 narapidana, rata-rata dari mereka tersandung kasus pembunuhan.

Imam penjara Jon Young, mengatakan bahwa 80 persen narapidana di Sing Sing memeluk Islam setelah mereka masuk penjara.

“Islam itu disiplin, suatu hal yang tidak mereka miliki sebelumnya,” ujar Young.

“Dengan Islam, mereka memahami arti sebenarnya dari sebuah persaudaraan. Mereka saling melindungi.”

Tetapi menjadi seorang Muslim di balik jeruji memiliki banyak kontradiksi. Mereka yang dipenjarakan, seperti umat Islam Amerika pada umumnya, menghadapi kurangnya pemahaman, diskriminasi dan ketidakpedulian. Gesekan tersebut semakin meningkat, terutama selama bulan suci Ramadhan, ketika keharusan menunaikan kewajiban agama terbentur dengan jadwal penjara yang kaku.


Pada tahun 2005, Darryl Holland, seorang narapidana mengajukan gugatan berkaitan soal waktu di Fasilitas Wende Correctional. Selama Ramadhan tahun 2003, petugas menginstruksikan Holland agar meminum air, sehingga petugas lapas dapat mengumpulkan sampel urin.

Karena ia berpuasa, Holland menolak untuk meminum air tersebut dan meminta untuk memberikan sampel setelah matahari terbenam sebagai gantinya. Atas penolakannya tersebut, ia ditempatkan di sel isolasi selama 77 hari.

Holland kemudian menggugat perlakuan diskriminatif tersebut ke pengadilan. Gugatan tersebut disetujui pada 2012, alhasil penjara-penjara di New York lalu mengubah kebijakan. Kebijakan tersebut memungkinkan tahanan Muslim yang tengah berpuasa, untuk memberikan sampel urin setelah matahari terbenam (selepas berbuka puasa–red).

Sing Sing Correctional Facility sendiri memiliki program Ramadhan dan jadwal makan yang terorganisir dengan baik. Bahkan dalam hal tersebut, narapidana non-Muslim pun meminta untuk ikut ambil bagian. Bagi tahanan Muslim yang terdaftar, semuanya diberi makan setelah matahari terbenam, berikut untuk makanan sahur. Bahkan sekitar 60 tahanan Muslim di sel isolasi turut melaksanakan puasa.

Setiap tahun para narapidana mengatur pengumpulan dana, menjual minyak esensial untuk sesama narapidana melalui komisaris. Mereka menggunakan setengah dari pendapatan untuk melengkapi program makanan Ramadhan dan untuk mensubsidi festival keagamaan. Mereka juga memberikan sebagian uang untuk program agama dan pendidikan lainnya di Sing Sing, sebagian lainnya untuk memenuhi kewajiban Ramadhan, dan disumbangkan untuk amal.

Setiap Selasa sebelum berbuka puasa, dalam kelas malam, Mr Young, imam di penjara Sing Sing, mengajarkan pelajaran tentang nabi Yusuf, atau Joseph, yang menghabiskan waktu selama bertahun-tahun di penjara untuk kemudian keluar sebagai orang yang jujur.

“Orang-orang harus tahu karakter Anda sebagai seorang Muslim,” kata Young, menyerukan anggota kelas untuk menjadi pribadi jujur dan pemaaf.

Dia kemudian menunjukkan video dari ribuan Muslim yang pergi haji, berangkat ke Mekkah di Arab Saudi. Video perjalanan itu bertujuan untuk menginspirasi para napi untuk bermimpi pergi kesana suatu hari nanti.

“Anda harus menginspirasi mereka sesuatu hal untuk dicita-citakan setelah keluar dari sini,” kata Young.


Keluarga para napi di Sing Sing mengatakan bahwa mereka melihat banyak perubahan perilaku sejak konversi agama mereka. Mereka semakin jarang menghina, banyak berdoa, dan sekarang mereka memiliki pandangan yang lebih positif.

Ivan Seabrooks, 41, telah di penjara selama 13 tahun dan masuk Islam enam pada tahun yang lalu, mengaku sebelum pertobatannya ia tidak pernah berpikir bahwa ia akan kembali belajar (kuliah–red). Namun pada tahun 2015 lalu, ia meraih gelar associate (setara diploma), dan ia berharap untuk menyelesaikan gelar sarjananya tahun ini.

“Menjadi Muslim mengubah seluruh perspektif hidup saya,” kata Seabrooks. “Saya dahulu merupakan seorang pria pemarah. Islam mengajarkan Anda perihal kesabaran.” [opinibangsa.id / ipc]

[apikepol.com]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates: