Setnov absen pimpin rapat RAPBN 2018, sakit atau tahu diri?








Nasional.in ~ Alasan sakit dipakai oleh Ketua DPR Setya Novanto untuk absen memimpin rapat paripurna dengan agenda mendengarkan nota keuangan RAPBN 2018 yang disampaikan oleh Presiden Jokowi. Padahal dalam dua rapat sebelumnya, Setnov hadir dan duduk di samping deretan kursi pimpinan.

Setnov seharusnya memimpin rapat saat DPR mendapat giliran menjadi pimpinan sidang tahunan setelah sebelumnya pimpinan MPR dan DPD yang memimpin. Posisi dia digantikan Wakil Ketua DPR Fadli Zon.

“Sebelum memulai rapat paripurna, perlu kami informasikan bahwa saudara ketua DPR RI pada rapat ketiga hari ini berhalangan hadir karena kurang sehat. Tadi sudah dua kali dalam rapat, hadir,” kata Fadli saat memulai rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8).

Keterangan sakitnya Setnov muncul dari Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan yang menyebut koleganya itu mengalami vertigo. “Saya dengar Pak Novanto sakit vertigo. Mari doakan agar cepat sembuh,” kata Taufik usai menghadiri Rapat Paripurna DPR, di Gedung Nusantara.

Taufik tidak mengetahui secara rinci pergantian pimpinan Rapat Paripurna DPR karena sempat ikut rapat fraksi. Menurut dia, Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah yang berkesempatan bertemu dengan Setnov sehingga mereka yang bisa menjelaskan lebih rinci.

“Saya kebetulan ada rapat fraksi sehingga ketika masuk ruang rapat mendapatkan informasi bahwa Pak Novanto kurang sehat,” ujarnya.

Sementara Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengungkapkan, Setnov kelihatan lemas sejak pagi, dan setelah pidato Ketua MPR dalam rapat Tahunan MPR, dia mengatakan bahwa tidak enak badan.

Namun menurut Fahri, Ketua DPD Oesman Sapta Odang meminta agar Setnov tetap hadir di lokasi agar bisa melihatnya memimpin rapat dan membacakan pidato kenegaraan. “Setelah rapat Bersama DPR-DPD RI, Pak Novanto ke ruangannya untuk diperiksa dan ternyata sakit,” katanya.

“Pak Oesman bilang, tahanlah kan gua yang mimpin nih. Ya udah ditahan. Tapi setelah itu kita ke kamarnya periksa memang lemas,” sambungnya.

Menurut Fahri, setelah diperiksa oleh dokter, Setnov memutuskan untuk pulang agar bisa istirahat.

Alasan sakit yang dipakai Setnov ini tentu tak bisa dipisahkan dengan status tersangkanya dalam kasus e-KTP. Saat momen foto bersama, usai rapat pertama dan kedua, dari pantauan merdeka.com, Ketua Umum Partai Golkar itu terkesan mengambil jarak dengan para pimpinan yang lain dan Presiden Jokowi.

Sebelumnya, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menyoroti Setnov yang ikut memimpin rapat paripurna pengesahan RUU Pemilu. Setnov sempat memimpin rapat menggantikan Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang walk out karena menolak presidential threshold 20 persen.

“Ini bagian dari sejarah yang memalukan. Sejak republik ini merdeka, baru kali ini sebuah pengesahan undang-undang dipimpin oleh tersangka korupsi,” ujar Donal di Jakarta, Jumat (21/7).

Menurutnya, sebagai tersangka seharusnya Novanto menanggalkan kursi jabatannya secara legowo. Anggota DPR harusnya bereaksi untuk meminta Novanto turun. Namun kenyataannya hal itu tidak terjadi. “Bagi ICW, sikap mayoritas anggota DPR yang diam dan tidak mendorong pergantian ketua seolah sinyal matinya akal sehat,” cetusnya.

Sementara peneliti ICW Emerson Yuntho juga sempat menyoroti Setnov yang dikabarkan akan membacakan teks proklamasi di upacara HUT Kemerdekaan RI di Istana. “Sebaiknya Pak Jokowi tunjuk Ketua MPR. Jadi bergilir, karena Setnov sudah tahun 2015 dan Irman Gusman (mantan Ketua DPD) sudah pada tahun 2016,” kata Emerson, Senin (7/8).

Emerson beralasan, penolakan terhadap Setnov untuk membacakan teks proklamasi kemerdekaan demi menjaga citra Indonesia di mata dunia. Hal ini mengingat acara pembacaan teks proklamasi itu akan dihadiri oleh tamu dan perwakilan negara-negara sahabat.

“Yang diundang Jokowi tamu khusus dari luar negeri dan Duta Besar negara sahabat. Artinya citra Indonesia di mata Internasional akan buruk (jika Setya tetap membacakan teks proklamasi),” tutupnya.

Polemik itu berakhir setelah Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan, yang akan membacakan teks proklamasi adalah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan.

“Seingat saya, kami mengirim surat kepada Ketua MPR,” kata Pratikno di kantornya, Kompleks Kemensetneg, Jakarta, Senin (7/8).

Sementara dalam keterangan pers yang dikirimkan ke wartawan, Setnov memberikan apresiasi atas berbagai pencapaian pembangunan yang dilakukan Presiden Joko Widodo. “Sikap Presiden Jokowi yang dengan tegas menyatakan perang terhadap narkoba perlu kita dukung. Tak hanya itu, Presiden Jokowi juga mengingatkan bahaya infliltrasi ideologi seperti ekstremisme, radikalisme, dan terorisme yang merusak sendi-sendi negara. DPR RI akan mendukung berbagai langkah pemerintah dalam memastikan Indonesia tetap berdiri tegak,” kata Novanto melalui rilis tertulis yang dikutip Antara.

Setnov menegaskan konsep pemerataan ekonomi berkeadilan, pemerintahan Jokowi menginginkan pembangunan dan kesejahteraan tidak hanya dinikmati segelintir orang saja, melainkan merata ke berbagai daerah. Kebijakan satu harga untuk semen di Papua adalah contoh pemerintah terus melakukan stabilisasi harga agar warga Papua bisa menikmati pembangunan.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah atas rasio elektrifikasi nasional yang mencapai 92 persen pada Maret 2017. Sehingga desa-desa di berbagai daerah kini sudah menikmati listrik. Percepatan sertifikasi lahan yang mencapai 250 ribu bidang, serta redistribusi 707 ribu hektar kawasan hutan untuk dikelola masyarakat adalah wujud kerja keras pemerintah yang perlu kita apresiasi,” kata Setya Novanto.

ADA BERITA MENARIK SCROLL KE BAWAH www.NASIONAL.in
Sumber Berita : [bal/mdk]


[nasional.in/apik.apikepol.com]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates: