Temuan Komnas HAM Dalam Kasus Penyiraman Novel
GELORA.CO - Masih ingat betul dalam ingatan, baik itu dari rekam jejak digital maupun cetak, Presiden Joko Widodo seolah “lepas tangan” dalam penanganan kekerasan yang dialami oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Atas kekerasan yang dialami itu, mata kiri Novel cacat akibat disiram air keras oleh pelaku, yang sampai saat ini juga belum dijerat.
“Ya, masa dikit-dikit saya ambil alih. Dikit-dikit saya ambil alih. Tidak seperti itu, kan. Ada institusi yang bertanggung jawab di situ,” kata Jokowi ketika diwawancarai, Senin (22/10/2018).
Itulah kalimat Jokowi ketika dimintai komentarnya selaku Kepala Negara terkait kasus yang menimpa penyidik KPK. Meski sudah mengintruksikan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, tetapi apa yang diintruksikan seolah ada “pengamanan” terhadap pengungkapan kasus itu.
Novel Baswedan disiram air keras oleh dua orang tak dikenal pada 11 April 2017 lalu. Hari ini tepat pada hari ke 619 penyerangan Novel. Komnas HAM pun mengeluarkan laporan terkait serangan kepada Novel Baswedan.
Dalam temuannya itu, Komnas HAM menyebutkan bahwa teror air keras terhadap Novel Baswedan dilakukan secara terencana dan sistematis. Ada pihak yang diduga sebagai perencana, pengintai, hingga pelaku. Bahkan Komnas HAM dalam temunnya itu menyebutkan bahwa tindakan tersebut diduga melibatkan pihak-pihak yang berperan sebagai perencana, pengintai dan pelaku kekerasan.
Terlebih, Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengatakan tim dari Komnas HAM telah menemukan bukti permulaan yang cukup atas pelanggaran sejumlah hak dalam kasus Novel. Hak yang dilanggar antara lain hak atas rasa aman, hak untuk diperlakukan sama di muka hukum, dan hak atas perlindungan HAM.
“Dalam peristiwa kekerasan yang dialami Novel Baswedan, terdapat bukti permulaan cukup, diduga terjadi pelanggaran hak atas rasa aman, hak untuk diperlakukan sama di muka hukum, dan hak atas perlindungan HAM dan kebebasan dasar tanpa diskriminasi sebagaimana dijamin dalam konstitusi dan undang-undang,” kata Sandrayati Moniaga di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (21/12/2018).
Komnas HAM, lanjutnya, lewat Tim Pemantauan Proses Hukum kasus Novel Baswedan telah menyerahkan laporan akhir tim kepada Polri dan KPK. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh tim, Komnas HAM menyatakan kinerja tim Polda Metro Jaya dalam mengungkap kasus ini terlalu lama, hingga setelah lebih dari setahun belum ada juga pelaku yang ditangkap.
“Sampai saat ini, kejahatan yang dialami belum terungkap, belum ada satu pun pelaku yang ditetapkan sebagai tersangka. Komnas HAM menyimpulkan bahwa tim Polda bekerja terlalu lama. Lamanya proses pengungkapan diduga akibat dari kompleksitas permasalahan. Namun timbul pertanyaan apakah telah terjadi abuse of process,” ujar Sandrayati.
Dalam laporan itu juga, tim dari Komnas HAM juga menyertakan semua catatan keterangan yang diperoleh dari berbagai saksi. Termasuk soal jenderal yang pernah disebut oleh Novel.
“Semua pihak yang kami temukan dalam fakta-fakta ini sudah kami cantumkan dalam laporan dan sudah kami laporkan ke Wakapolri. Semua pihak yang disebutkan oleh publik, oleh pengadu, oleh siapa pun pada tim ini, kami catat, kami klarifikasi dan itu tercatat di dalam laporan dan kami berikan kepada Wakapolri,” tutur Komisioner Komnas HAM lainnya Choirul Anam.
Dengan lamanya pengungkapan kasus itu, Komnas HAM menilai kerja tim dari Kepolisian Daerah Metro Jaya dalam pengusutan kasus itu lambat. Apalagi, sejak 11 April 2017 hingga saat ini, polisi tak juga berhasil mengungkap pelaku penyerangan Novel.
“Komnas HAM menyimpulkan bahwa tim Polda bekerja terlalu lama,” ucap Sandrayati melanjutkan.
Karena itu, Komnas HAM mendesak Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian untuk membentuk tim gabungan pengungkap fakta peristiwa dan pelaku penyiraman air keras kepada Novel.
“Tim gabungan terdiri dari Polri, KPK, tokoh masyarakat, pakar, dan pihak lain yang dibutuhkan,” kata Sandrayati.
Selain itu, Komnas HAM juga meminta KPK melakukan langkah-langkah hukum atas insiden tersebut, dan juga mengembangkan sistem keamanan bagi seluruh jajaran KPK.
“Kepada Presiden Joko Widodo, awasi pelaksanaan terbentuknya tim gabungan oleh Kapolri,” ucap Sandrayati.
Tetapi apa mau dikata, pengungkapan kasus Novel oleh polisi tak mau disebut lambat. Polisi membantah pengusutan kasus Novel Baswedan lambat. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan cepat tidaknya pengusutan kasus tergantung fakta di lapangan.
“Penanganan kasus itu tergantung dari hasil di lapangan,” ujar Argo di kantornya pada Jumat (21/12/2018).
Dia mengklaim, hingga saat ini tim penyidik masih terus bekerja dengan metode deduktif dan induktif. Ia pun membandingkan kasus Novel dengan kasus-kasus lain yang belum terungkap. Seperti ada bom molotov di Kedutaan Myanmar, klaim dia, juga sampai sekarang belum terungkap.
“Beberapa kasus pembunuhan juga belum terungkap,” kata dia.
Kilas Balik
Novel Baswedan mengaku memiliki cukup bukti bahwa ada oknum petinggi Polri yang tidak senang dengan dirinya dan ingin menyingkirkannya. Terlebih, Novel sejak awal kasusnya mencurigai betul bahwa ada petinggi Polri yang menjadi criminal master mind.
Pada titik ini, Polri jelas punya pekerjaan rumah berat, mereka tidak hanya mesti mampu menungkap siapa pelaku penyiraman Novel Baswedan, tapi juga menyibak keterlibatan oknum petinggi Polri yang bermain dalam kasus itu, pun berpacu dengan waktu menyelamatkan penyidik KPK yang lain.
KPK dan Polri mesti bekerja dalam senergitas, mengungkap misteri penyerangan Novel Baswedan dan menyergap criminal master mind di balik kasus itu. Namun demikian, Novel mengaku pesimis meskipun Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian telah mengeluarkan sketsa wajah terduga pelaku pada Senin, 31 Juli lalu.
“Kok, saya justru sangat yakin mereka tak tertangkap,” katanya dalam percakapan dengan wartawan pada, Selasa, 1 Agustus 2017 silam.
Sang jenderal, menurut Novel, memiliki posisi kuat dalam struktur kepolisian dan mempunyai kekuatan atau pendukung di kepolisian. Karena itu, Novel berharap kasus ini bisa diungkap. “Jika tidak, citra kepolisian akan semakin buruk,” ujarnya.
Novel pun mengaku bahwa penyerangan atas dirinya dilakukan secara sistematis. Ia menunjuk sejumlah temuan dan indikasi dari kronologis penyerangan yang dialaminya. Sebagai penyidik dan bekas reserse, Novel mengaku sudah lama tahu diintai.
Novel bahkan menyadari, tak hanya diintai tapi juga dibuntuti. Bahkan tak berselang lama dari kejadian penyiraman air keras itu, Novel tahu telepon selulernya diakses pihak lain. Sepekan sebelum kejadian jahanam pada Subuh 11 April 2017 itu, ada notifikasi tak lazim yang diterima dalam ponselnya.
Sejumlah karib Novel di KPK yang paham teknologi informasi mendeteksi hal serupa, ada device lain yang mencoba mengakses. “Sejak itu, saya tahu saya sedang dikerjain,” kata Novel Baswedan. Dari situ Novel mengaku memahami sosok yang mengincarnya, bukan perorangan tetapi mereka punya alat sadap, dan mereka punya jaringan. Mereka memiliki kekuasaan dan akses menggunakan kekuasaan.
Berdasarkan keterangan sejumlah saksi mengungkapkan bahwa ada beberapa orang tak dikenal sebelum Novel diserang. Novel ketika itu memang sudah diincar lama. Ada sejumlah orang mengamati rumah Novel, termasuk kebiasaan salat subuh di Masjid.
Bahkan sehari sebelum serangan pada 11 April lalu, sejumlah saksi pun mengaku melihat dua orang yang diduga mengamati kegiatan Novel. Seorang di antaranya mendatangi keran wudu di Masjid Al-Ihsan tempat Novel biasa salat berjemaah.
“Mereka sudah ada di situ sebelum subuh,” kata seorang saksi, yang melihat orang itu. Demi alasan keamanan, saksi itu menolak jika identitasnya disebutkan. Saksi menyebutkan lelaki itu “mukanya terawat seperti model”.
Saksi lain melihat pria yang sama beberapa saat kemudian di ujung gang, tak jauh dari rumah Novel. Pria lainnya, kata saksi itu, menunggu di atas sepeda motor mengenakan helm. “Saya bingung, ngapain pagi-pagi ada orang nongkrong,” katanya.
Perawakan pria setinggi 170-an sentimeter itu serupa dengan orang berhelm yang bersama lelaki lain berada di dekat masjid, beberapa saat sebelum Novel diserang. Kedua orang itu diduga kuat menyiramkan air keras ke wajah Novel setelah menunaikan salat subuh.
Lama tak terdengar soal perkembangan kasus Novel, Ombudsman pun berencana akan memanggil pihak Kepolisian Daerah Metro Jaya. “Kami akan mengundang kembali Polda Metro tanggal 25 Januari nanti terkait kasus penyerangan Novel Baswedan,” ujar komisioner Ombudsman Adrianus Meliala di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (21/12/2018).
Pemanggilan tersebut berkaitan dengan rekomendasi Ombudsman terkait pemeriksaan dalam kasus Novel Baswedan. Menurut dia, kepolisian belum profesional dalam mengungkap kasus tersebut.
Ombudsman juga sebelumnya telah menyerahkan empat rekomendasi kepada Polda Metro Jaya dalam penanganan kasus penyerangan air keras terhadap Novel, yaitu administrasi penyidikan di mana polisi perlu melakukan tindakan perbaikan pada tata naskah penulisan ‘Laporan Polisi’ dan administrasi penyidikan lain.
Selanjutnya, polisi perlu merevisi Surat Perintah Tugas yang memuat tentang ‘Lama Waktu Penugasan’ serta melakukan gelar perkara pada tahap pertengahan penyidikan. Lalu polisi perlu merencanakan dan menata ulang jumlah personel penyidik yang menangani perkara. Dan polisi perlu meminta keterangan Novel Baswedan.
Jika rekomendasi tersebut sudah dilaksanakan oleh polisi, kata dia, maka kasus penyerangan terhadap Novel bisa segera diselesaikan. “Kami tunggu realisasi polisi hingga Januari nanti,” ujarnya.
Harus Buat Langkah Hukum
Dalam laporannya, Komnas HAM juga telah memberikan dua rekomendasi untuk KPK dalam penyelesaian kasus penyerangan Novel. Pertama, Komnas HAM merekomendasikan KPK untuk membuat langkah hukum.
Sebab, patut diduga penyerangan terhadap Novel merupakan upaya dalam menghalangi jalannya proses peradilan atau obstruction of justice oleh pihak-pihak yang sedang disidik oleh Novel. Untuk langkah hukum tersebut, kata dia, bisa dimulai dengan dibentuknya tim gabungan untuk memulai mengumpulkan bukti permulaan. “Kalau sudah ada bukti awal yang memadai bisa langsung dikeluarkan surat penindakan,” ujarnya.
KPK, kata Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar melanjutkan seperti tidak membela staf terbaiknya. KPK seharunys bisa menerapkan sangkaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam perkara yang sedang ditangani Novel.
“Seharusnya KPK menggunakan kewenangannya tentang obstruction of justice, tetapi tidak dilakukan,” kata Haris di Kantor Lokataru, Rawamangun, Jakarta Pusat, Senin (24/12/2018).
Jika sampai batas waktu tertentu KPK tidak melakukan upaya yang tegas dan nyata untuk menangani kasus Novel Baswedan, menurut dia, kelima pimpinan KPK adalah kolaborator penyerangan Novel. “Saya duga mereka takut atau tersandera dengan kepentingan mereka sendiri dengan kalangan tertentu,” ujar Haris.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan KPK akan menindaklanjuti laporan akhir dari Komnas HAM. Sebab, kata dia, akan menjadi titik terang untuk menemukan pelaku penyerangan Novel.
“Tentu kami akan menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM untuk membuat langkah hukum dengan mengusut obstruction of justice,” kata wakil ketua KPK Saut Situmorang saat ditemui di kantornya, Jumat (21/12/2018).
Soal dugaan perintangan penyidikan, kata Saut, perlu diketahui kasus yang dihalangi dengan melihat kembali perkara yang sedang ditangani oleh Novel. “Dicari dulu kasus yang saya tangani sampai saya ditimpuki,” ujarnya.
Lebih dari setahun kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan terjadi. Namun sampai saat ini pelakunya belum ditemukan. Novel disiram dengan air keras seusai salat subuh di masjid dekat rumahnya pada April 2017. Akibat penyerangan itu, mata Novel rusak. Mata kirinya harus diimplan.
KPK, lanjut Saut, tentu akan kembali memeriksa berkas-berkas kasus yang sedang ditangani oleh Novel saat itu. “Misalnya saya ditimpukin, nah saya saat itu lagi kerja dalam kasus, jadi dicari dulu kasus yang saya tanganin sampai saya ditimpukin,” ujarnya.
Saut mengatakan KPK akan menindaklanjuti laporan akhir dari Komnas HAM tersebut. Sebab, kata dia, akan menjadi titik bagi untuk menemukan pelaku penyerangan Novel.[akt]