Bedanya Tragedi Mei 1998 dan Bagi-bagi Sembako Ala Tim Kotak-kotak






"Saat ini karena pilgub DKI putaran kedua, tim kotak-kotak menghujani masyarakat pemilik suara dengan hujan sembako dari pagi, siang, malam, bahkan pagi buta. Bedanya, tragedi Mei 1998 tidak ada masyarakat yang menolak mengambil sembako secara brutal. Senang tertawa menggotong barang jarahannya," papar dia.
Umatuna.com - Perubahan tidak bisa dilawan dengan bagi-bagi sembako alias sembilan bahan pokok. Perubahan hanya bisa dilawan dengan mewujudkan perubahan itu sendiri.

Begitu disampaikan aktivis mahasiswa 98 Jim Lomen Sihombing dalam pesan elektronik yang dikirim kepada redaksi, Jumat (14/4).

Lomen, demikian Jim Lomen Sihombing disapa, menanggapi maraknya bagi-bagi paket sembako jelang hari H pemungutan suara putaran kedua pilgub DKI.

Lomen lantas membandingkan 'revolusi' sembako ala tim kotak-kotak dengan peristiwa Mei 1998. Saat itu ada sekelompok gerombolan memicu penjarahan di toko-toko, lalu masyarakat sekitar terpancing dan ikut menjarah, mengambil sembako dan barang-barang lainnya. Jakarta lumpuh dan perubahan tiba-tiba datang.

"Saat ini karena pilgub DKI putaran kedua, tim kotak-kotak menghujani masyarakat pemilik suara dengan hujan sembako dari pagi, siang, malam, bahkan pagi buta. Bedanya, tragedi Mei 1998 tidak ada masyarakat yang menolak mengambil sembako secara brutal. Senang tertawa menggotong barang jarahannya," papar dia.

Namun yang terjadi saat ini, sembako hadir di tengah-tengah masyarakat, terlihat wajah pemberi sembako beringas ketika kegiatannya diabadikan dalam video atau foto. Bahkan ada pemaksaan agar masyarakat yang menerima mau mengambil sembako dengan mengenakan seragam persis anak TK kotak-kotak.

"Mungkin itu untuk laporan kepada cukong penyokong sembako. Mereka berbaris tidak rapi dan kemudian tergopoh-gopoh untuk segera meninggalkan tempat pengambilan sembako," katanya.

Perbedaan lainnya, menurut Lomen yang pernah menjabat Sekjen Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), warga yang tidak mau suaranya disogok agar memilih paslon kotak-kotak membongkar dan memposting peristiwa bagi-bagi sembako itu ke medsos, sambil tertawa dan menyindir petahana, "katanya terbukti sudah kerja".

Selain itu, warga juga secara masif mengadvokasi diri dan tempat tinggal mereka dengan mengusir dan melaprkan bagi-bagi sembako tersebut kepada pihak terkait.

"Sembako bisa jadi alat revolusi mematikan. Sembako juga bisa memakan dan membunuh pengguna siasat hujan sembako itu sendiri. Perubahan tidak bisa dilawan dengan sembako, tapi hanya bisa dilawan dengan mewujudkan perubahan itu sendiri," tukas Lomen yang juga pernah aktif di Kesatuan Aksi Mahasiswa Trisakti (Kamtri). (rmoljakarta) [Ummatuna/Apikepol]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates: