Din Syamsudin: Awas! Masjid Daan Mogot Berpotensi Sebagai 'Masjid Dhirar'
Umatuna.com - Jelang peresmian Masjid Raya KH Hasyim Ashari yang berada di kawasan Daan Mogot, Jakarta, pada Minggu (16/4). Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin meminta pemerintah mengklarifikasi terkait viralnya bentuknya masjid yang menyerupai lambang salip.
"Perlu klarifikasi terkait gambar yang beredar luas, khususnya di kalangan umat Islam, bahwa Denah Masjid Daan Mogot itu dari atas berbentuk lambang agama lain (non Islam)," kata Din Syamsuddin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/4).
Jika itu terbukti, mantan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah itu meminta pemerintah merenovasi terlebih dahulu, karena bisa membahayakan dikemudian hari.
"Kalau ini benar, maka sebaiknya diperbaiki dulu agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari (yakni akan dianggap sebagai "masjid dhirar" atau "masjid yg membahayakan" karenanya harus dijauhi)," imbuh Din Syamsudin.
Ia menambahkan, memang politik dan agama dua hal yang tidak bisa dipisahkan, namun tidak boleh mengaitkan kepentingan politik dan agama dengan hal yang tidak baik.
"Hanya kearifan dan kenegarawanan yang bisa menampilkan kebijakan. Politik dan agama tak terpisahkan, tapi jika pengaitan politik dengan agama secara tidak pas adalah sebuah langkah bablas," pungkas Din Syamsuddin. (arah) [Ummatuna/Apikepol]
"Perlu klarifikasi terkait gambar yang beredar luas, khususnya di kalangan umat Islam, bahwa Denah Masjid Daan Mogot itu dari atas berbentuk lambang agama lain (non Islam)," kata Din Syamsuddin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/4).
Jika itu terbukti, mantan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah itu meminta pemerintah merenovasi terlebih dahulu, karena bisa membahayakan dikemudian hari.
"Kalau ini benar, maka sebaiknya diperbaiki dulu agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari (yakni akan dianggap sebagai "masjid dhirar" atau "masjid yg membahayakan" karenanya harus dijauhi)," imbuh Din Syamsudin.
Ia menambahkan, memang politik dan agama dua hal yang tidak bisa dipisahkan, namun tidak boleh mengaitkan kepentingan politik dan agama dengan hal yang tidak baik.
"Hanya kearifan dan kenegarawanan yang bisa menampilkan kebijakan. Politik dan agama tak terpisahkan, tapi jika pengaitan politik dengan agama secara tidak pas adalah sebuah langkah bablas," pungkas Din Syamsuddin. (arah) [Ummatuna/Apikepol]