ICMI : Tuntutan JPU Terhadap Ahok Melanggar Fatwa MA






Apik.apikepol.com, JAKARTA -- Dewan Pakar ICMI Anton Tabah Digdoyo menilai, tuntutan satu tahu terhadap Basukit Tj Purnama jauh dari rasa keadilan. Padahal, sudah 130 hari lebih kasus penistaan agama ini disidangkan. "Bahkan melanggar fatwa MA tahun 1964 yang menginstruksikan pelaku penodaan agama harus dihukum berat karena derajat keresahan masyarakat sangat tinggi," katanya, saat dihubungi Republika.co.id, di Jakarta, Jumat, (21/4).

Anton mengatakan, wajar jika rakyat kacewa terhadap tuntutan jaksa, karena yurisprudensi kasus tersebut sudah sangat banyak dan pelakunya tak ada yang dihukum ringan. Mantan Jendral Polri yang pernah menangani kasus penodaan agama dan memenjarakan pelakunya ini menuturkan, hampir semua penista tidak ada yang dihukum ringan.

Dia menyebutkan, nama Arswendo yang divonis maksimal sampai 5 tahun penjara, padahal kasusnya lebih ringan dari Ahok. Selain itu, kata dia Rusgiyani mesko hanya bilang tempat sesaji agama Hindu itu sangat kotor juga divonis 2,5 tahu penjara dan begitu juga Andrew Handoko yang menghina Alquran divonis 28 bulan penjara oleh PN Semarang.

"Ini Ahok secara substantif bilang Alquran pembohong. Seperti kata-katanya "Jangan mau dibohongi pake surat Maidah 51", kasusnya lebih berat kok cuma dituntut setahun penjara dalam masa percobaan dua tahun ini, sama saja dengan tuntutan bebas dari kurungan penjara," katanya.

Dikatakan Anton, jika melihat dakwaan JPU disusun dalam bentuk alternatif, harusnya ada keterhubungan sistemik antara Pasal 156a huruf a dengan Pasal 156 KUHP. Jadi, kata dia, Pasal 156a hkruruf a KUHP tersebut diwujudkan dengan menjadikan Al Maidah 51 sebagai "sumber kebohongan".

"Di sini terdakwa menghendaki dan mengetahui bahwa perkataan dan akibat dari perkataannya tersebut," katanya.

Terlihat jelas, kata Anton, terdakwa Ahok memang memiliki niat jahat (dolus malus) untuk menghina Alquran Surah Maidah ayat 51. Niat, kata dia, memang tak sama dengan kesengajaan. Tetapi, jika niat sudah ditunaikan dalam perbuatan maka sudah pasti itu ada unsur sengaja dan di dalam kesengajaan itu terkandung niat. "Oleh karenanya, niat tidak perlu dibuktikan, cukup kesengajaannya yang dibuktikan," katanya.

Anton mengatakan, dari alur nalar ini, bisa dipahami jika, tuntutan JPU membuat publik sangat kecewa mendengar, karena dalam tuntutannya JPU  tidak mengonstruksikan kesengajaan ini. Menurut Anton yang pernah menjadi sespri Presiden kedua Soeharto itu mengatakan, kekecewaan publik tidak berhenti pada tuntutan ringan, melainkan JPU yang hanya berdasar Pasal 156 KUHP sudah sangat tidak logis dan aneh.

"Tuntutan pidana selama satu tahun, dan masa percobaan dua tahun, sungguh itu telah mencederai rasa keadilan masyarakat," katanya. Namun, Anton berharap, hakimnya bisa memvonis terdakwa penista agama ini dengan seberat-beratnya untuk lebih mengutamakan hati nurani hakim. (republika) [Ummatuna/Apikepol]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates: