Jokowi-JK Makin Liberal
Umatuna.com - HIDUP di Republik ini sangatlah mengherankan, negeri kita sangat kaya sumber daya alam, namun 80 persen rakyatnya masih hidup dalam situasi ekonomi serba kekurangan. Hanya pengusaha yang boleh kaya raya, sementara pegawai negeri dan swasta tidak boleh sejahtera, hidupnya terus saja semakin sulit. Demikian juga dengan nasib anggota TNI dan Polri, coba bayangkan mengacu pada standard gaji TNI Polri yang di putuskan oleh pemerintah baru-baru ini, gaji pokok prajurit hanya Rp 1,4 juta per bulan dan gaji pokok seorang Jendral hanya Rp 5 juta per bulan.
Sangatlah jauh berbeda dengan negara tetangga kita Singapura yang hanya berjarak 25 kilometer dari Batam atau kurang lebih 45 menit menggunakan kapal Ferry. Di Singapura gaji pekerja kantoran first graduate paling rendah yaitu SGD 1,500 (15 juta) per bulan dan untuk pegawai berpengalaman di level staf, gajinya bisa berkisar SGD 2.500 (25 juta) per bulan, padahal Singapura tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti kita.
Dengan rendahnya standard gaji di Indonesia, mengakibatkan kaum pekerja semakin miskin. Mengapa demikian? Karena kebutuhan Sandang, Pangan, Papan terus meningkat. Apalagi harga "papan" di Jakarta, harganya setiap tahun naik hampir ratusan persen sehingga mengakibatkan sebagian besar pribumi yang profesinya sebagai pekerja tidak akan mampu membeli rumah di Jakarta, dan mereka akan semakin tersingkir ke pinggir-pinggiran kota.
Namun di sisi lain, muncul pengusaha-pengusaha yang semakin kaya raya yang usahanya semakin banyak, mereka menguasai banyak tanah dan rumah nan begitu luasnya, walaupun demikian, mereka selalu enggan untuk menaikkan gaji karyawannya dengan alasan pengeluaran perusahaan semakin tinggi, sehingga akan membuat biaya produksi barang/jasa semakin mahal dan tidak bisa bersaing.
Di tengah kondisi yang semakin sulit yang dialami masyarakat pribumi, pemerintah Jokowi-JK justru semakin liberal, semakin berpihak kepada pemodal dan tidak berpihak kepada pribumi yang masih hidup serba sulit. Subsidi Listrik, subsidi BBM dicabut, mengakibatkan harga sandang, pangan semakin tinggi, sedangkan para pemilik modal besar diberikan fasilitas ini dan itu. Pajak REITS (Real Estate Investment Trust) ditiadakan, memberikan dampak yang sangat menguntungkan bagi pengembang properti, selain itu pemerintah juga semakin memperkaya pemilik modal besar dengan kebijakan Tax Amnesty, Tax Allowance dan Tax Holiday-nya.
Kita juga menyaksikan bahwa pemerintah mengijinkan korporasi besar baik lokal maupun asing semakin menguasai sumber daya alam Indonesia. Sekelompok pengusaha mempunyai lahan hingga jutaan hektar, sementara banyak pribumi yang tidak mempunyai lahan walaupun cuma sejengkal.
Kebijakan ekonomi Jokowi-JK semakin jauh dari Pancasila dan UUD 1945. Jokowi tidak bisa menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan tidak bisa mengelola sumber daya alam untuk memakmuran pribumi. Mau tunggu sampai kapan lagi? Rakyat Pribumi sudah terlalu sabar dengan kesulitan yang bertubi-tubi. Pribumi bukan ingin mengemis diberikan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar. Pribumi bukan ingin dikasihani melainkan pribumi harus diberikan peluang yang adil dalam memperoleh kue-kue ekonomi yang tersedia. Pribumi punya harkat dan martabat yang tidak bisa di beli dengan uang. Pribumi ingin mandiri, makmur dan sejahtera dengan cara yang halal dimulai generasi saat ini hingga berlanjut ke generasi berikutnya.
Tujuan Proklamasi Kemerdekaan adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur secara merata. Pribumi sudah terlalu lama menunggu, kalau saja saat ini semua rakyat Indonesia tidak ada yang kaya raya, wajar jika rakyat yang masih miskin diam-diam saja. Kenyataannya ada sekelompok orang yang sangat kaya raya, bukan karena kepintarannya, namun karena kelicikan dan kedekatannya dengan penguasa sejak jaman orde baru. Ini artinya kue-kue ekonomi tersedot oleh mereka dan mengakibatkan sebagian besar pribumi semakin miskin. Miskin bukan karena kita malas bekerja, namun miskin oleh karena sebuah sistem yang selalu menguntungkan kelompok-kelompok pengusaha yang berhubungan dekat dengan penguasa. [***]
Penulis adalah Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo), Bastian P Simanjuntak
(rmol) [Ummatuna/Apikepol]
Sangatlah jauh berbeda dengan negara tetangga kita Singapura yang hanya berjarak 25 kilometer dari Batam atau kurang lebih 45 menit menggunakan kapal Ferry. Di Singapura gaji pekerja kantoran first graduate paling rendah yaitu SGD 1,500 (15 juta) per bulan dan untuk pegawai berpengalaman di level staf, gajinya bisa berkisar SGD 2.500 (25 juta) per bulan, padahal Singapura tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti kita.
Dengan rendahnya standard gaji di Indonesia, mengakibatkan kaum pekerja semakin miskin. Mengapa demikian? Karena kebutuhan Sandang, Pangan, Papan terus meningkat. Apalagi harga "papan" di Jakarta, harganya setiap tahun naik hampir ratusan persen sehingga mengakibatkan sebagian besar pribumi yang profesinya sebagai pekerja tidak akan mampu membeli rumah di Jakarta, dan mereka akan semakin tersingkir ke pinggir-pinggiran kota.
Namun di sisi lain, muncul pengusaha-pengusaha yang semakin kaya raya yang usahanya semakin banyak, mereka menguasai banyak tanah dan rumah nan begitu luasnya, walaupun demikian, mereka selalu enggan untuk menaikkan gaji karyawannya dengan alasan pengeluaran perusahaan semakin tinggi, sehingga akan membuat biaya produksi barang/jasa semakin mahal dan tidak bisa bersaing.
Di tengah kondisi yang semakin sulit yang dialami masyarakat pribumi, pemerintah Jokowi-JK justru semakin liberal, semakin berpihak kepada pemodal dan tidak berpihak kepada pribumi yang masih hidup serba sulit. Subsidi Listrik, subsidi BBM dicabut, mengakibatkan harga sandang, pangan semakin tinggi, sedangkan para pemilik modal besar diberikan fasilitas ini dan itu. Pajak REITS (Real Estate Investment Trust) ditiadakan, memberikan dampak yang sangat menguntungkan bagi pengembang properti, selain itu pemerintah juga semakin memperkaya pemilik modal besar dengan kebijakan Tax Amnesty, Tax Allowance dan Tax Holiday-nya.
Kita juga menyaksikan bahwa pemerintah mengijinkan korporasi besar baik lokal maupun asing semakin menguasai sumber daya alam Indonesia. Sekelompok pengusaha mempunyai lahan hingga jutaan hektar, sementara banyak pribumi yang tidak mempunyai lahan walaupun cuma sejengkal.
Tujuan Proklamasi Kemerdekaan adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur secara merata. Pribumi sudah terlalu lama menunggu, kalau saja saat ini semua rakyat Indonesia tidak ada yang kaya raya, wajar jika rakyat yang masih miskin diam-diam saja. Kenyataannya ada sekelompok orang yang sangat kaya raya, bukan karena kepintarannya, namun karena kelicikan dan kedekatannya dengan penguasa sejak jaman orde baru. Ini artinya kue-kue ekonomi tersedot oleh mereka dan mengakibatkan sebagian besar pribumi semakin miskin. Miskin bukan karena kita malas bekerja, namun miskin oleh karena sebuah sistem yang selalu menguntungkan kelompok-kelompok pengusaha yang berhubungan dekat dengan penguasa. [***]
Penulis adalah Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo), Bastian P Simanjuntak
(rmol) [Ummatuna/Apikepol]