Kebijakan Ahok-Djarot Menggusur Adalah Cermin Kesombongan Kekuasaan
Umatuna.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat nampak mulai menunjukan sikap antikritik. Hal tersebut dapat terlihat dari niat Djarot yang akan mendatangi LBH Jakarta, lantaran mengkritisi kebijakan Pemprov DKI di bawah komando Basuki-Djarot soal penggusuran di ibukota.
"Sikap Djarot yang mau bertemu LBH Jakarta dan menjelaskan kebijakanya yang mengusur itu adalah cermin kesombongan kekuasaan, dan mau membungkam sikap kritis masyarakat," kata Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta), Azaz Tigor Nainggolan, di Jakarta, Jumat (14/4).
Menurut Tigor, statement Djarot yang mengatakan rilis LBH Jakarta politis itu memang benar dan sekaligus salah.
Sebab, memang benar rilis LBH Jakarta yang mengkritisi sikap kekuasaan politik Basuki-Djarot yang menggusur warga miskin Jakarta sepanjang tahun 2016 tersebut politis.
"Namun Djarot salah karena melihat LBH Jakarta tidak boleh bersikap politis atas kinerja Pemprov Jakarta," ucapnya.
Djarot, kata dia, tidak paham arti kata Politis. Djarot sendiri bingung sehungga melarang LBH Jakarta tidak boleh bersikap politis sebagaimana dituangkan dalam rilis.
"Pernyataan Djarot itu menunjukkan bahwa dirinya sendiri tidak memahami apa yang dia katakannya," tukasnya.
Sebelumnya, Djarot mengatakan rilis LBH Jakarta soal kasus penggusuran di ibukota bermuatan politik. Oleh sebab itu, Djarot akan menemui LBH Jakarta.
"Itu sifatnya politis. Saya nanti akan temui dengan LBH untuk memberikan penjelasan atau gimana, maunya apa, gitu ya," ujar Djarot di rumah ketua dewan pakar Golkar Agung Laksono, Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Kamis (13/4).
Djarot menyanggah pernyataan LBH Jakarta yang menyebut penggusuran dilakukan dengan rentang waktu yang singkat sebelum eksekusi yaitu sekitar 2 minggu.
Diketahui, LBH Jakarta merilis kasus penggusuran terhadap hunian keluarga dan unit usaha di Jakarta mengalami peningkatan. Pada 2015 sebanyak 113 kasus dan pada 2016 menjadi 193 kasus.
Hal tersebut disampaikan dalam laporan tahunan berjudul "Seperti Puing: Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2016". Menurut pengacara publik LBH Jakarta, Alldo Fellix Jamuardy, penelitian tersebut berasal dari berita media massa dan berita Pemprov DKI yang dikumpulkan sepanjang tahun 2016 yang mencapai sekitar 300 link, laporan warga yang datang ke LBH Jakarta, dan bertanya ke warga terdampak.
"Penjelasannya misalnya lebih rajin media memberitakan, beritanya jadi banyak, pembangunan juga banyak yang harus dieksekusi," kata Alldo, di kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (13/4). (rmoljakarta) [Ummatuna/Apikepol]
"Sikap Djarot yang mau bertemu LBH Jakarta dan menjelaskan kebijakanya yang mengusur itu adalah cermin kesombongan kekuasaan, dan mau membungkam sikap kritis masyarakat," kata Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta), Azaz Tigor Nainggolan, di Jakarta, Jumat (14/4).
Menurut Tigor, statement Djarot yang mengatakan rilis LBH Jakarta politis itu memang benar dan sekaligus salah.
Sebab, memang benar rilis LBH Jakarta yang mengkritisi sikap kekuasaan politik Basuki-Djarot yang menggusur warga miskin Jakarta sepanjang tahun 2016 tersebut politis.
"Namun Djarot salah karena melihat LBH Jakarta tidak boleh bersikap politis atas kinerja Pemprov Jakarta," ucapnya.
Djarot, kata dia, tidak paham arti kata Politis. Djarot sendiri bingung sehungga melarang LBH Jakarta tidak boleh bersikap politis sebagaimana dituangkan dalam rilis.
"Pernyataan Djarot itu menunjukkan bahwa dirinya sendiri tidak memahami apa yang dia katakannya," tukasnya.
Sebelumnya, Djarot mengatakan rilis LBH Jakarta soal kasus penggusuran di ibukota bermuatan politik. Oleh sebab itu, Djarot akan menemui LBH Jakarta.
"Itu sifatnya politis. Saya nanti akan temui dengan LBH untuk memberikan penjelasan atau gimana, maunya apa, gitu ya," ujar Djarot di rumah ketua dewan pakar Golkar Agung Laksono, Jalan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Kamis (13/4).
Djarot menyanggah pernyataan LBH Jakarta yang menyebut penggusuran dilakukan dengan rentang waktu yang singkat sebelum eksekusi yaitu sekitar 2 minggu.
Diketahui, LBH Jakarta merilis kasus penggusuran terhadap hunian keluarga dan unit usaha di Jakarta mengalami peningkatan. Pada 2015 sebanyak 113 kasus dan pada 2016 menjadi 193 kasus.
Hal tersebut disampaikan dalam laporan tahunan berjudul "Seperti Puing: Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2016". Menurut pengacara publik LBH Jakarta, Alldo Fellix Jamuardy, penelitian tersebut berasal dari berita media massa dan berita Pemprov DKI yang dikumpulkan sepanjang tahun 2016 yang mencapai sekitar 300 link, laporan warga yang datang ke LBH Jakarta, dan bertanya ke warga terdampak.
"Penjelasannya misalnya lebih rajin media memberitakan, beritanya jadi banyak, pembangunan juga banyak yang harus dieksekusi," kata Alldo, di kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (13/4). (rmoljakarta) [Ummatuna/Apikepol]