Djoko Edhi: Charta Politika Berdusta







Djoko Edhi: Charta Politika Berdusta

Opini Bangsa - Setelah KPU DKI mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara putaran kedua Pilgub 2017, terlihat jelas mana lembaga survei yang memberikan hasil sesuai metodologi dan mana lembaga survei yang melakukan manipulasi.

Lembaga survei yang jadi sorotan adalah Charta Politika. Sebab, beberapa hari jelang hari H pencoblosan, lembaga polling yang dipimpin Yunarto Wijaja itu merilis kemenangan Ahok-Djarot hanya terpaut 2 persen dari Anies-Sandi. Namun nyatanya, berdasarkan hasil rekapitulasi KPUD, Anies-Sandi unggul 15,92 persen dari Ahok-Djarot.

"Kesimpulan saya, Charta berdusta," ujar mantan anggota Komisi II DPR RI Djoko Edhi S Abdurrahman dalam pesan elektroniknya kepada redaksi, Rabu (3/5).

Dia mengatakan tak jadi masalah hasil sebuah riset salah tetapi tidak boleh berdusta. Hukumnya haram harbi alias haram besar. Terkait hasil survei Charta Politika itu, Djoko Edhi lantas mengingatkan tiga jargon pameo yang selama ini berlaku. Pertama, birokrat boleh berdusta tapi tidak boleh salah. Kedua, politisi boleh salah juga boleh berdusta. Dan terakhir, peneliti boleh salah tapi tidak boleh berdusta.

"Menurut saya, Yunarto melakukan jargon nomor dua untuk memerankan jargon nomor tiga, sekaligus untuk jargon nomor satu. Jadinya rabun ayam, rabun etika, rabun ilmu, dan rabun logika. Itu menguras semua isi intelektual," sebut dia.

Pada riset, termasuk teknik polling, tak ada kata "meleset". Sebab menurut Djoko Edhi, hal itu sudah tercakup dalam margin error dan deviasi.

"Makanya disebut penelitian. Tetapi berbeda jika Anda memanipulasinya. Kalau dimanipulasi, sebenarnya terlalu mahal pakai polling pura-pura segala. Lebih cepat dan murah langsung bikin hasil presentasi final report. Tiga jam cukup dikerjakan dengan solo karir. Dikarang saja," papar dia.

Djoko Edhie pun lantas menggambarkan survei Charta Politika dengan idiom orang Madura, rang ngarang, lal halal. Maksudnya, yang tidak ada diada-adakan dengan menghalalkan segala cara.

"Pada rang ngarang tak ada keterlibatan moral, norma, etcetera. Yang ada adalah modus dan mens rhea atau niat jahat dan karenanya semua halal. Bahasa orang Madura ini lebih pas (untuk Charta Politika)," demikian Djoko Edhi. [opinibangsa.id / rmol]

[apikepol.com]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates: