Blak-Blakan, Susi: Banyak Pengusaha Keruk Keuntungan Dengan Cara Kotor









Susi Pudjiastuti menyadari banyak pihak yang tidak menyukai kebijakan-kebijakan yang diambilnya. Namun demikian, pemilik maskapai Susi Air pede manuver politik tersebut tidak akan menggoyahkan langkahnya membenahi tata kelola perikanan dan kelautan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi mengamini keterangan Badan Intelejen Negara (BIN) yang menyebutkan ada pihak-pihak yang disinyalir para mafia kartel peri­kanan yang ingin mengoyang posisinya di Kabinet Kerja seiring berembusnya isu per­ombakan kabinet. 

"Apa yang saya lakukan mengganggu comfort zone (ke­nyamanan). Comfort zone dari orang yang selama ini menda­pat keuntungan besar dengan cara tidak sesuai (kotor-red). Jadi pasti banyak yang tidak suka," ungkap Susi di Jakarta, kemarin. 

Namun demikian, Susi tidak mau ambil pusing. Menurut­nya, kebijakan-kebijakan yang telah diambilnya akan terus dilakukan. 

"Ketegasan pada sektor ke­lautan dan perikanan perlu diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan para nelayan," tegasnya. 

Selain itu, Susi beralasan, kebijakan yang diambilnya bu­kan untuk kepentingan pribadinya. Tetapi, untuk kepentingan negara. 

Seperti diketahui, ada beberapa kebijakan Susi yang sempat menimbulkan pro dan kontra antara lain, moratorium kapal asing, larangan melaku­kan transaksi penjualan ikan di tengah laut, dan menyetop penggunaan cantrang (jaring raksasa). 

Belum lama ini, Kepala BIN Budi Gunawan mengungkapkan bahwa ada pihak yang sedang menggoyang kursi Menteri Susi. Para pelakunya disinyalir se­jumlah pengusaha dan pihak-pihak yang merasa terganggu bisnisnya. 

"Bu Susi sekarang sedang mengalami serangan balik yang sangat kuat, demo dan seba­gainya. Kekuatan inilah yang bermain untuk Ibu Susi diganti," kata Budi. 

Soal larangan cantrang, Susi memastikan kelonggaran yang saat ini masih diberikan kepada nelayan di Jawa Tengah akan berakhir pada 2017. 

Dia mengungkapkan, belum lama ini bertemu dengan stake­holder di Kota dan Kabupaten Tegal. "Kita sudah membuat beberapa kesepakatan-kesepakatan," katanya. 

Kesepakatan itu, dipaparkan Susi, antara lain perpanjangan penggunaan cantrang hanya sampai Desember 2017. Selain itu, para nelayan bersedia untuk dilakukan pengukuran ulang kapal. Kesepakatan ini meru­pakan sebuah kemajuan karena sebelumnya, para nelayan di Tegal selalu menolak untuk diukur kembali kapalnya. 

"Sekarang mereka akhirnya mau. Karena kalau tidak mau izinnya tidak akan diterbitkan," jelasnya. 

Untuk mengukur kapal, Susi akan kerja sama dengan Kemen­terian Perhubungan (Kemnhub). Rencananya pihaknya akan membuka gerai untuk melayani pengukuran ulang kapal bagi para nelayan. 

Dirjen Perikanan Tangkap KKP, Sjarief Widjaja menam­bahkan, tidak semua nelayan kecewa dengan larangan can­trang. Sebaliknya, mereka memberikan dukungan. 

"Banyak juga nelayan yang kecewa cantrang kenapa tidak dilarang. Karena, banyak jaring mereka tersangkut cantrang di laut," ungkapnya. 

Laut China Selatan Milik RI 

Dalam kesempatan ini, Susi menegaskan, Laut China Selatan pada bagian utara telah ditetap­kan berganti nama menjadi Laut Natuna Utara adalah milik Indonesia. 

"Kawasan laut di Natuna Utara memang merupakan wilayah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kita berhak memanfaatkan potensi pada wilayah itu," kata Susi. 

Namun demikian, Susi mengungkapkan, keberadaan ikan di wilayah tersebut masih kuning artinya potensinya belum seba­gus wilayah lain. Hal ini terjadi karena wilayah tersebut masih kerap terjadi pencurian ikan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan stok ikan, pengamanan wilayah tersebut harus diting­katkan



[M.Bersatu/apik.apikepol.com]

“Jika engkau punya teman – yang selalu membantumu dalam rangka ketaatan kepada Allah- maka peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau lepaskannya. Karena mencari teman -‘baik’ itu susah, tetapi melepaskannya sangat mudah sekali” [Imam Syafi'i]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates: