Pakar Pidana: Periksa Dulu Pelapor-Terlapor, Baru Setop Kasus Kaesang


Umatuna.com, Jakarta - Pakar pidana dari Universitas Indonesia (UI), Teuku Nasrullah, berpendapat sikap polisi menghentikan penyelidikan kasus dugaan ujaran kebencian yang menjerat Kaesang Pangarep, meninggalkan bermacam anggapan di masyarakat. Laporan tersebut baru berusia dua hari di Polrestro Kota Bekasi, belum ada pemeriksaan pelapor maupun terlapor, tapi langsung diputuskan ditutup.

"Ini saya rasa ada proses percepatan untuk mencgah liarnya opini yang berkembang. Kan dua hari ini sudah begitu gencar diberitakan, tapi cara percepatannya yang seperti itu meninggalkan dugaan-dugaan, suudzon. Orang menganggap 'Wah (hukum) ini tumpul ke atas'. Persepsi orang itu sulit dicegah. Liar," kata Nasrullah ketika dihubungi wartawan, Jumat (7/7/2017).

Nasrullah menyebut kasus Kaesang memang tidak layak di bawa ke ranah hukum. Meskipun sependapat dengan Polisi, Nasrullah menyayangkan cara polisi menutup kasus dengan mengesampingkan tahap-tahap penyelidikan. Menurut dia, Polisi tetap harus melakukan penyelidikan sesuai dengan prosedur seperti memeriksa pelapor Muhammad Hidayat, terlapor Kaesang, kemudian ahli-ahli terkait.

"Saya pribadi berpendapat ini tidak perlu ditarik ke ranah hukum. Tetapi cara untuk tidak menarik ke ranah hukum dengan mengatakan tidak ada persoalan hukum, harus juga ditempuh dengan cara yang baik dan tepat," ujar Nasrullah.

"Lakukanlah suatu pemeriksaan-pemeriksaan. Pelapor didengar dulu, terlapor didengar dulu, panggil ahli sehingga terukur prosesnya. Yang pertama kali didengar keterangannya itu saksi pelapor, di-BAP, kemudian keterangan pelapor diuji dengan keterangan ahli. Itu baru proses yang benar," jelas Nasrullah.

Sementara itu pakar pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Muzakir, menyebut polisi kini meninggalkan ilmu pengetahuan hukum pidana sebagai dasar menegakkan hukum. Muzakir memandang polisi menciptakan instrumen sendiri, kemudian menjadikan instrumen tersebut sebagai parameter mereka dalam melakukan penyelidikan.

"Kalau menurut saya begini, ini kan menilai bahwa apakah konten yang disampaikan itu bernada menghina atau tidak, atau menyebar kebencian atau tidak. Itu parameternya seharusnya pakai Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana. Tetapi kalau praktek sekarang ini kan lebih banyak dipakai instrumen yang dibuat polisi, penyidik sendiri. Jadi nggak ada standar ilmiah yang baku, yang bisa dijadikan rujukan teknik cara menetapkan ujaran kebencian itu seperti apa," ucap Muzakir.



Muzakir kemudian mencuatkan asas hukum equality before the law yaitu persamaan di mata hukum. Sama seperti Nasrullah, Muzakir mengatakan semestinya polisi menjalankan tahap-tahap penyelidikan. "Semua masyarakat Indonesia, itu kan asasnya equality before the law, atas dasar itu pertanyaan kritis saya mengapa (pelapor) belum diperiksa tiba-tiba muncul pernyataan distop," tutur dia.

"Seharusnya ada proses terlebih dahulu, misalnya pelapor diperiksa, terlapor diperiksa, saksi lain diperiksa, ahli bahasa diperiksa," disampaikan Muzakir.

Terakhir, Muzakir menekankan pentingnya aparat kepolisian membuktikan objektivitas mereka dalam kasus Kaesang ini. Mengingat kasus ini sudah dihentikan penyelidikannya, Muzakir menyarankan polisi buka-bukaan soal materi gelar perkara yang melahirkan kesimpulan tidak ada unsur pidana dalam uxapan 'ndeso' Kaesang di vlognya.

"Paling tidak harus objektiflah. Kalau polisi sudah menutup perkaranya, ya sudah dijelasin sejelas-jelasnya mengapa perkara ditutup. Supaya orang bisa menerima 'Oh... karena itu kasusnya diclose'. Sekarang buktinya apa kalau tidak ada unsur pidananya? Profesionalisme penyidik itu terletak pada dia sudah mengumpulkan bukti-bukti. Buktikan kalau penyidik sudah melakukan proses pengumpulan keterangan, upaya mengumpulkan bukti-bukti. Materi penyelidikan, penyidikan itu disimpan sementara kalau proses penyelidikan berlanjut, disimpan sampai nanti di persidangan. Ini kan tidak," tandas Muzakir.

Polisi sudah melakukan gelar perkara atas laporan Muhammad Hidayat terhadap putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep. Dari hasil gelar perkara disimpulkan vlog 'Ndeso' Kaesang yang dilaporkan tidak memenuhi unsur sangkaan pidana ujaran kebencian (hate speech).



"Sudah ada gelar perkara internal, sudah minta keterangan ahli, ujaran di videonya Kaesang tidak memenuhi unsur," kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto kepada wartawan di Mabes Polri, Jl Trunojoyo Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (6/7).

Gelar perkara menurut Setyo dilakukan di Polres Bekasi Kota. Dari hasil ini, polisi dipastikan tidak akan melanjutkan proses penyelidikan atas laporan terhadap Kaesang.

"Sudah dilakukan gelar internal mereka. Tidak ada unsurnya, sangat tipis. Kata ahli bahasa kaya ndeso itu biasa," sambung Setyo.

Wakapolri Komjen Syafruddin sebelumnya sudah menyatakan tidak ada unsur pidana dalam laporan M Hidayat terhadap Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi. Laporan itu tidak diproses.

"Tidak ada unsur. Tidak diproses," kata Syafruddin di Istana Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, Kamis (6/7).

Syafruddin menyebut pelaporan terhadap putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep mengada-ada. Alasannya tidak ada unsur pidana terkait vlog 'Ndeso' Kaesang.

Menurutnya penyebutan 'ndeso' bukan kategori hate speech, melainkan guyonan. Ditegaskan Syafruddin hanya laporan yang rasional dan memenuhi unsur pidana yang akan ditindaklanjuti polisi.

"Polri tidak akan tindaklanjuti laporan itu. Ngomongnya 'ndeso' itu kan. Saya juga dari kecil sudah dengar ngomong 'ndeso'. Itu guyonan saja," ujar dia. (detik) [Ummatuna/Apikepol]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :