Akankah Prabowo Kalah Lagi?
Oleh Jumrana Salikki (Alumni HMI/Aktivis Perempuan)
17 April 2019 tinggal hitungan hari, di mana hari menentukan nasib bangsa ini, dengan melihat keunggulan perolehan suara terhadap capres yaitu 01 Jokowi-Ma’ruf Amin dan 02 Prabowo - Sandi.
Bagi kubu 01 (petahana) kerja keras tim sangat luar biasa, begitu masif sampai ke pelosok pedesaan. Termasuk memobilisasi seluruh kekuatan. Maraknya deklarasi gubernur, bupati, camat dan beberapa elemen yang sejatinya tidak boleh turun gelanggang pertarungan pada sebuah pesta demokrasi apalagi pilpres, yang tentu saja semakin memperkecil ruang gerak Prabowo-Sandi.
Tidak adanya masa cuti bagi capres petahana semakin mempermulus kampanye 01.
Apalagi soal logistik, tentu petahana jauh lebih unggul, APK (alat peraga kampanye) bertebaran di mana-mana. Sementara 02 sangat miskin APK. Survei pun nyaris semuanya mengunggulkan 01, seolah seluruh ruang tertutup untuk Prabowo menjadi Presiden RI.
Tahun 2014, Prabowo dari berbagai hal sebenarnya jauh lebih unggul dari lawannya yaitu Jokowi-JK. Dana, dukungan dari berbagai elemen lebih baik. Apalagi yang menjadi lawannya saat itu bukan petahana.
Karena itu, di sebagian orang, menganggap Prabowo sudah lewat atau masa lalu. Duitnya sudah habis. Dan nasibnya akan selalu kalah dalam pertarungan pilpres. Bahkan, olok-olokan buat Prabowo di medsos terkadang -tentu saja bukan pendukungnya- sampai sudah menentukan nasib Prabowo akan kalah dan keok lagi di Pilpres 2019.
Prabowo dengan stigma pemarah masih terus dikampanyekan. Antara lain video yang beredar kalau Prabowo marah sama rakyat yang mendekat ke mobilnya, sekalipun ada pihak yang menganulirnya, Prabowo marah karena rakyat dihalang-halangi mendekat.
Pintu-pintu kemenangan memang sulit terbuka untuk Prabowo. Minimnya APK, apalagi dana. Ini juga diakui pihak yang terlibat di 02 akan minimnya alat peraga kampanye.
Untuk APK saja, diakui oleh pemuda dari pendukung 02 dari pedesaan Ciawi Bogor harus menjemput APK -baliho- ukuran 3 meter ke Jakarta dengan mengendarai sepeda motor. Setelah baliho itupun terpasang beberapa waktu, harus dipindahkan ke desa sebelahnya yang juga membutuhkan. Yang penting desa sebelahpun bisa melihat gambar Prabowo-Sandi.
Pintu kemenangan bagi Prabowo-Sandi memang sepertinya jauh dari kasat mata manusia. Desahan tarikan nafas dari pendukungpun terkadang naik turun —hanya Allah yang tahu— beratnya medan pertempuran di lapangan.
Tapi, adakah kita lalai melihat dengan mata bathin, kenapa pemuda di pelosok pedesaan Ciawi rela naik motor ke Jakarta hanya untuk menjemput lembaran APK?
Si Tolib, pemuda di Pelabuhan Ratu, merelakan penghasilannya mencetak baju kaos untuk masyarakat. “Lillahi taala, Saya pakai uang pribadi saya dari hasil jualan udang untuk bikin baju kaos. Saya mau pak Prabowo jadi presiden. Biar bisa nolong kami- kami ini rakyat kecil,“ tegasnya dengan rawut kecewa yang mendalam.
Anjloknya pendapatan nelayan sangat memukul Tolib dan rekan-rekannya. Yang tentu saja sangat berpengaruh pada pendapatan rumah tangga masyarakat setempat terutama bagi pelaut dan pedagang ikan.
Ibu Sukaesih di pelosok pedesaan Citepus, Sukabumi, yang minta dipanggil Elvi Sukaesih berharap Prabowolah jadi Presidennya. “Pokoknya kami di sini siap Prabowo menang. Pokoknya Prabowo menang,” pekiknya sambil mengacungkan tangannya.
Ibu Aty, ibu Ida, dan timnya di Jakarta bekerja untuk 02 sejak beberapa bulan lalu. Mereka sudah mengeluarkan duit dan mengumpulkan dana dari donatur untuk membantu mengadakan APK. Sekelompok perempuan rata-rata usia di atas 60 an itu juga berkampanye dengan caranya sendiri. Tentu saja unik, dan menarik, membuat orang lain yang lebih muda berpikir. Yang Tua saja berjuang untuk Prabowo Sandi, masa yang muda berpangku tangan.
Dan tentu saja sekian banyak masyarakat, yang bertebaran di bumi pertiwi ini; generasi milenial, bapak-bapak, emmak-emmak, nenek-nenek, oma dan opa turun gelanggang sukarela mengorbankan tenaga, pikiran dan materi untuk kemenenagan Prabowo- Sandi 17 April mendatang.
Ada apa sehingga mereka rela turun dengan ikhlas, sementara hampir dipastikan kekuatan sebagai manusia di republik ini jauhlah berpihak darinya.
Adakah harapan hidup, kesejahteraan, keamanan, kemanusiaan sebagai rakyat Indonesia dari seorang pemimpin tertinggi di negaranya.???
Adakah harapan mengangkat derajat petani yang merasa hasil panennya semakin tidak punya harga lagi?
Adakah harapan bagi para pemuda dan paruh baya untuk mereka mencari kerja?
Adakah harapan hidup lebih layak?
Dan banyak lagi harapan rakyat terucap tersandarkan pada Prabowo-Sandi.
Tentu kembali kita bertanya, kenapa harapan tersebut mesti ke Prabowo-Sandi?
Jawabannya, kami juga gak bodoh. Mana yang baik, mana yang enggak.
Makanya, kami pilih Prabowo.
Apalagi ada Mas Sandi, agamais, pengusaha dan ganteng banget lagi. Begitu ungkapan mereka, terutama emmak-emmak.
Adakah gerakan rakyat pendukung 02 akibat dari akumulasi kekecewaan terhadap pemerintahan sekarang ini?
Adakah jawaban dari stigma Prabowo Pemarah??? Karena orang yang dibantu/diangkat derajatnya oleh Prabowo seperti Ridwan Kamil untuk jadi Walikota Bandung, Ahok jadi Wagub DKI Jakarta, Jokowi untuk jadi Gubernur DKI Jakarta??? Yang pada akhirnya mereka yang pernah dibantu berbalik menjadi lawan dalam pertarungan politiknya.
Atau adakah jawaban atas kerelaan hati Prabowo mengangkat dan membantu memenangkan Anies Baswedan, untuk Gubernur DKI Jakarta, di mana rakyat Indonesia tahu kalau Anies 2014 ada di kubu Jokowi-JK.
Atau adakah dan inikah jawaban patriotisme seorang Prabowo di masa tentara, berjuang bersama prajuritnya di medan perang. Kecintaan dan sayangnya pada pasukan, tak dikenal baginya prajurit sebagai umpan bagi musuh. Tapi, bagaimana seorang komandan tampil di depan sebagai pemimpin tempur di medan perang melawan dan mengentaskan musuh.
Terpisahnya tarikan nafas dari tubuh adalah taruhan akhir dalam hidup. Nasionalisme apa lagi yang hendak dipertanyakan. Akankah Prabowo membiarkan negaranya tercabik dan tercerabut?
Adakah getaran hati menggulung dahsyat yang sulit dibahasakan bagi para ulama hingga memberikan beban pada Prabowo memimpin bangsa Indonesia ke depan?
Adakah keikhlasan dan kerendahan hati Anies Baswedan yang tidak ikut cawe-cawe bertarung dalam pencapresan 2019. Seperti halnya para pendahulunya yang berbalik bertarung dengan langsung atau tidak langsung dengan Prabowo. Yang bisa jadi, bisa 3 (tiga) pasang calon, tentu peluang besar bagi kubu petahana melenggang begitu rupa lolos 2019 ini.
Pintu kemenangan bagi Prabowo kerap ditutup, tapi kekuatan lain selalu membuka untuknya. Terangnya cahaya pada jalannya, segarnya udara pada hirupannya. Semangat rakyat Indonesia yang tidak berkemampuan secara ekonomi mendukungnya dengan keringat dan doa-doa para duafha menaruhkan harapan di pundaknya menjadi pelecut semangat bekerja, harapan kemenangannya.
Gencarnya para pemilih terpelajar di perkotaan yang karena nurani bergerak, tentu bukan alasan jabatan apalagi urusan kampung tengah, berjibaku mensosialisasikan pilihan pada Prabowo-Sandi.
Rakyat bergerak ikhlas, bergandengan tangan, merantai dari Sabang sampai Merauke. Doa terlantungkan, akan mampu menggetarkan bumi Pertiwi. Pintu apapun manusia buat, akan mudah terdobrak.
Jika sang Pencipta berkehendak, pintu akan terbuka berderik dengan sopan walau dengan tiupan angin saja.
Apalah daya manusia yang hanya seonggok daging dan tulang belulang yang menjijikkan, adakah mampu menahan getaran bumi pertiwi ini?
Adakah kita mampu melawan atau menentukan takdir Prabowo? Sementara hati, bathin dan bahkan jantung kita berdegub kencang tak karuan karena tak nyenyak tidur atas terancamnya jabatan, pundi-pundi kita.
Berontaknya nurani dengan akal kelam. Kesombongan individu yang maha dahsyat. Butanya mata, bekunya bathin dan matinya rasa. Matinya anak kandung sendiripun di depan mata tak mampu terlihat, akibat kita pun sesungguhnya telah mati sebagai manusia.
Lalu.....
Adakah Pintu terbuka untuk Prabowo-Sandi 17 April 2019? [tsc]