Pilpres dalam Perspektif Kenabian
Oleh Tony Rosyid*
Semua agama "samawi" percaya konsep kenabian. Setiap nabi lahir sebagai "extra ordinary people". Manusia di atas manusia pada umumnya. Para nabi sengaja dihadirkan untuk menjadi pemimpin umat. Tujuannya, agar lebih efektif pengaruh perjuangannya. Sebab, kekuasaan menjadi faktor penting untuk mempengaruhi dan melakukan transformasi sosial.
Menjadi pemimpin, para nabi memiliki modal integritas dan kapasitas. Modal ini hasil dari latihan panjang. Mulai dari anak-anak sampai dewasa, hingga wahyu turun menegaskan kematangannya sebagai seorang tokoh yang siap membuat langkah perubahan. Gak "ujug-ujug", spontan, apalagi hasil pencitraan.
Modal kenabian itu populer dengan istilah sidiq, amanah, tabligh dan fatonah. Kok bahasa Arab semua? Alergi sama bahasa Arab? Jangan lihat bahasanya dari mana, tapi substansinya. Bahasa hanya instrumen. Kendati instrumen, ia tetap penting sebagai penyampai makna, nilai dan pesan.
Semua nabi, tanpa terkecuali, memiliki empat karakter ini. Modal inilah yang memantaskan mereka memimpin umat dan bangsa. Bahkan memimpin negara seperti Daud, Sulaiman dan Muhammad.
Sidiq artinya jujur. Anda sanggup punya temen yang tak jujur? Kalau gak sanggup, bagaimana anda sanggup punya pemimpin yang gak jujur? Di tangan pemimpin, nasib anda, anak cucu dan bangsa ini akan ditakdirkan.
Jujur artinya satunya perkataan dengan fakta dan perbuatan. Jika anda mau ukur kejujuran seseorang, gampang! Cocokkah ucapannya dengan fakta dan perbuatannya. Simpel! Gak perlu harus pinter-pinter amat.
Orang tak jujur, jangan diharap dia bisa amanah. Mustahil! Tidak akan mungkin. Secara teoritis, orang yang tak jujur, pasti penghianat. Silahkan disurvei. Kejujuran itu evaluasi pertama dan utama untuk menilai layak tidaknya seseorang itu jadi teman kita, pasangan hidup kita, atau pemimpin kita. Khususnya untuk memilih pemimpin, mau pakai dalil dan argumentasi apapun, kalau gak jujur, dia tak layak dipilih. Itu saja, titik! Anda mengabaikan ini, petaka buat bangsa dan negaramu.
Kita punya capres Jokowi dan Prabowo. Mana yang lebih jujur diantara keduanya? Mana yang omongannya bisa dipegang dan dipercaya? Pertanyaan ini harus dijawab dengan obyektif. Pakai hati nurani dan akal sehat. Dari sini kita "bismillah" pilih presiden.
Selain sidiq, ada amanah. Amanah artinya komitmen pada tugas dan janjinya. Pemimpin mesti taat aturan dan punya komitmen terhadap janji-janjinya. Mana diantara Jokowi dan Prabowo yang taat aturan? Soal janji, mana yang lebih punya komitmen, Jokowi atau Prabowo?
Faktor amanah ini sangat serius. Sebab, di tangan presiden, ada 265 lebih juta rakyat dipertaruhkan nasibnya. Jika dalam memilih presiden anda mengabaikan faktor amanah ini, maka anda bagian dari penghianat bangsa. Sebab, dengan sengaja anda tak memilih pemimpin yang amanah.
Selain sidiq dan amanah, pemimpin mesti memiliki kewajiban ber-tabligh. Tabligh artinya menyampaikan segala sesuatu apa adanya. Sama antara panggung depan dengan panggung belakang. Transparan. Gak ada yang ditutup-tutupi dan disembunyikan jika itu terkait dengan kepentingan rakyat. Tidak ada pencitraan, apalagi kepura-puraan.
Pemimpin itu tidak boleh pura-pura. Harus tampil apa adanya. Tak menipu dan membodohi rakyat. Gak boleh banyak polesan kamera dan berita. Tampil otentik dengan semua kemampuannya. Bukan pura-pura mampu.
Diantara Jokowi dan Prabowo, mana yang lebih otentik? Mana yang tampil apa adanya? Mana yang pura-pura dan suka pencitraan? Lagi-lagi, anda mesti jawab dengan hati yang jernih dan pikiran yang sehat. Obyektif! Sebab, ini menyangkut nasib bangsa anda kedepan.
Tiga karakter yaitu sidiq, amanah dan tabligh ini terkait dengan integritas. Artinya, seorang pemimpin akan dinilai lebih dulu pada aspek integritasnya, sebelum aspek yang lainnya.
Setelah tiga syarat integritas dipenuhi oleh calon pemimpin, baru dilihat kompetensinya. Dalam istilah kenabian dipakai istilah fatonah. Cerdas atau berkompeten. Berkapasitas menjadi seorang pemimpin. Bagaimana track record-nya? Bagaimana pengalamannya? Leadership-nya seperti apa? Kemampuannya mengatasi masalah juga bisa dijadikan alat ukur untuk menilai kompetensi seorang calon pemimpin.
Di pilpres kali ini, empat kriteria kepemimpinan bisa jadi alat ukur untuk melihat dua Paslon. Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma"ruf. Mana diantara kedua Paslon ini yang layak dipilih menggunakan empat karakter itu; sidiq, amanah, tabligh dan fatonah. Siapa yang lebih jujur? Siapa yang lebih patuh pada aturan? Siapa yang dalam catatan sejarahnya punya komitmen terhadap janjinya? Siapa yang lebih tulus, polos dan apa adanya? Setelah pertanyaan-pertanyaan ini punya jawaban positif, maka baru kita tanya; siapa yang lebih kompeten diantara kedua paslon?
Silahkan buat skor 1-10. Lalu diakumulasikan, siapa yang nilainya tertinggi dan layak anda pilih jadi presiden dan wakil presiden.
Lupakan etnis anda, ormas anda, dan kedekatan serta seluruh kepentingan anda, baik personal maupun komunal. Sebab, memilih presiden bukan karena siapa dekat siapa, dan ada tidaknya hubungan organisasi. Tidak pula siapa dapat apa. Obyektiflah memilih presiden dan wakil presiden, agar pemimpin bangsa ini kelak akan memperlakukan anda dan anak-anak bangsa ini berdasarkan integritas dan kapasitasnya. Jauhi semua bentuk hoak, fitnah dan pencitraan, agar negara ini di kemudian hari kelak tampil apa adanya, tidak semu dan penuh kepalsuan. (*)
*) Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa