Narasi Jokowi Picu Pemilih Lari?
GELORA.CO - Tak kurang satu bulan pelaksanan Pilpres, kandidat petahana Joko Widodo menyampaikan narasi ke publik yang berbeda dari sebelumnya. Narasi yang disampaikan justru memicu polemik dan kontroversi. Padahal, hari-hari ini momentum krusial bagi setiap kandidat. Risikonya, pemilih yang belum menentukan pilihan potensial lari. Duuh, Jokowi.
Narasi publik Jokowi jelang Pilpres tampak keluar dari kelaziman. Serangan, sindiran dan klaim Jokowi dimunculkan di momentum krusial penentuan pemilih, khususnya pemilih yang belum menentukan pilihannya (undecided voter). Entah, apakah setiap ucapannya telah dikalkulasi risiko politiknya atau tidak.
Simak saja, pernyataan Jokowi yang menyindir tentang organisasi kemasyarakatan yang berada di belakang kandidat lainnya. Meski tak menyebut organisasi yang dimaksud, pikiran publik digiring yang dimaksud Jokowi tak lain adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Bapak ibu mau memilih yang didukung organisasi itu, mau? mau?" tanya Jokowi di hadapan para pendukungnya, dalam acara deklarasi 10.000 pengusaha dan pekerja di Istora Senayan, Kamis (21/3/2019).
Meski tak ada deklrasi formal dari para pengikut bekas organisasi HTI ke pasangan Prabowo-Sandi, namun, gestur dan narasi pengikut HTI kerap dilekatkan pada dukungan terhadap Prabowo-Sandi. Meski, bentuk dukungan tersebut tidak berarti saat Pilpres mendatang, mereka turut serta mencoblos dalam proses pemilu.
Pernyataan Jokowi itu ditanggapi miring oleh publik. Komentar warga internet menanggapi pernyataan Jokowi cenderung menyayangkan pernyataan tersebut muncul dari seorang Presiden RI. Padahal, organisasi HTI telah dicabut badan hukumnya oleh pemerintahan Jokowi. Para pengikuti eks HTI sejatinya tetap menjadi warga Negara Kesatuan Republik Indonesia, kendati badan hukum organisasi ini telah dicabut. Pernyataan tersebut tidak tepat muncul, apalagi dari seorang Presiden RI.
Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang Jawa Timur KH Salahudin Wahid memiliki pandangan terkait HTI yang diidentifikasi berada di barisan paslon 02. Menurut Gus Sholah dukungan kelompok tertentu kepada paslon tertentu tidak serta merta menjadikan warna pihak yang didukung menjadi berubah karena faktor dukungan tersebut.
"Memang betul mantan anggota HTI mendukung 02, tapi tidak betul 02 mendukung HTI. Sama saja di 01, banyak anak-anak eks PKI, tapi apa dibilang Paslon 01 kalau menang PKI muncul lagi kan tidak bisa. Tidak sesederhana itu. Jangan menceritakan sesuatu yang tidak benar," kata Gus Sholah saat berbincang dengan INILAH.COM, Kamis (21/3/2019).
Narasi lainnya, Jokowi juga menyinggung soal perbandingan sejarah presiden di Indonesia yang mengecek jalan hingga delapan kali. Ia menceritakan soal proyek Tol Trans Sumatera yang mulanya banyak yang meragukan atas rencana tersebut. Jokowi menyebutkan untuk memastikan proyek tersebut dirinya mengecek proyek tersebut hingga delapan kali. "Tunjukan kepada saya presiden mana yang ngecek jalan sampai delapan kali," sebut Jokowi, masih dalam forum yang sama.
Pernyataan tersebut tentu menimbulkan polemik yang bernada negatif. Membandingkan kerja pribadinya dengan enam presiden lainnya merupakan tindakan yang kurang tepat disampaikan langsung oleh Jokowi. Bila pun ingin menarasikan hal tersebut sebagai bentuk prestasi yang layak dikampanyekan, lebih bijak bila hal tersebut disampaikan para tim suksesnya.
Di bagian lain Jokowi juga menyinggung soal proyek Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta yang merupakan berkat keputusan politik proyek tersebut dilakukan oleh dirinya bersama Ahok saat masih menjabat Gubernur DKI Jakarta. Menurut dia, Indonesia yang merupakan negara besar, justru baru memiliki moda transprotasi MRT baru saat ini. "Itu pun putusan politiknya, kita putuskan saat saya jadi Gubernur saat itu dengan Pak Ahok," kata Jokowi.
Proyek MRT yang rencana bakal resmi beroperasi pada 24 Maret 2019 mendatang ini, bila pun hal tersebut dianggap sebagai hasil kerja yang layak dijadikan materi kampanye Jokowi, cenderung tidak tepat. Setidaknya ada kesan glorifikasi diri atas capaian suatu kerja pembangunan.
Publik pun membandingkan cara Anies Baswedan dalam merespons setiap proyek pemerintah. Seperti saat pencanangan pembangunan proyek Jakarta Internasional Stadion yang menyebutkan merupakan kerja bersama semua pihak.
"Kami menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah terlibat di dalam proses pembangunan stadion ini. Bukan hanya dalam enam bulan terakhir, bukan hanya dalam setahun terakhir, tapi sejak bertahun-tahun yang lalu," tulis Anies melalui akun media sosialnya.
Anies tak segean menyebut banyak pihak yang terlibat dalam proses inisiasi pembangunan stadion ini yang melibatkan banyak pihak. Ia menyebut ribuan pihak yang terlibat dalam pembangunan stadion ini. "Di situ banyak terlibat, ribuan jumlahnya, para gubernur, para aparat Pemprov, masyarakat yang mengawal proses ini sejak bertahun-tahun yang lalu," tambah Anies.
Di akhir masa jelang pelaksanaan Pilpres ini, para kandidat dan tim mestinya menyampaikan pernyataan lebih terukur. Pernyataan yang tidak tepat justru berpotensi menjadi blunder. Alih-alih memperoleh simpati dan dukungan publik, pernyataan yang tidak bijak justru berpotensi merontokkan potensi dukungan. Preseden tersebut pernah terjadi di Pemilu 2014 lalu. Maka hati-hatilah para kandidat dan tim sukses. [IN]