Beredar Surat Klarifikasi dari Sri Radjasa Chandra soal Tuduhan Makar Mayjen Soenarko
GELORA.CO - Ditengah maraknya pemberitaan tentang kasus yang menimpa mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko. Kini, beredar dari surat klarifikasi yang dikeluarkan Kol. Inf. Sri Radjasa Chandra, mantan anak buah Pangdam Iskandar Muda ini.
Surat tanggal, 24 Mei 2019 tersebut, beredar terbatas pada pihak tertentu. Termasuk pada media ini. Sebelumnya, melalui akun Instagram suryoprabowo2011, surat ini telah dipublikasi oleh Letjen (Purn) Suryo Prabowo secara terbuka kepada publik. Surat ini disampaikan kepada Menkopolhukam RI Jenderal (Purn) Wiranto, Kepala Staf Presiden RI, Jenderal (Purn) Moeldoko serta Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
“Sehubungan dengan pernyataan bapak-bapak yang beredar di media massa, menyangkut tuduhan terhadap Mayjen Purn Soenarko, mantan Danjen Kopassus/Pangdam IM diantaranya; melakukan tindakan makar untuk mengulingkan pemerintah yang sah. Kedua, menyeludupkan senjata M4 yang dikatakan senjata sniper beserta peredamnya. Ketiga akan melakukan aksi penembakan pada 22 Mei 2019,” tulis Sri Radjasah.
Nah, surat ini berisi tiga penjelasan sebagai klarifikasi. Pertama tulis Sri Radjasa, perbuatan makar adalah upaya inskontitusional untuk mengulingkan pemerintahan yang berkuasa, sementara yang dilakukan Soenarko adalah menuntut keadilan dan melawan kecurangan pemilu yang masih.
Menurut Sri Radjasa, Soenarko sama sekali tidak pernah membuat pernyataan untuk mengulingkan pemerintah yang berkuasa. Kedua jelas Sri Radjasa, Soenarko tidak pernah menyeludupkan senjata M4, karena tidak memiliki senjata M4. Senjata yang diduga milik Soenarko dan disita Polri adalah M16A short yang dimodifikasi. Sementara peredam yang ada adalah buatan sendiri bukan fabrikan.
Ketiga, senjata yang dikirim dari Aceh tanggal 19 Mei 2019 oleh seorang anggota TNI, sama sekali tidak dilaporkan, sebelumnya kepada Soenarko tentang adanya pengiriman senjata M16A1 short, urai Sri Radjasah. Lantas, benarkah surat tersebut ditulis dan disampaikan Kol. Radjasa Chandra? Dikonfirmasi media ini, Minggu (26/5/2019), mantan perwira Badan Intelijen Negara (BIN) Aceh membenarkannya. “Benar surat saya. Karena itulah fakta dari senjata yang dikirim Sunarko sehingga pernyataan Wiranto, Moeldoko dan Tito sangat tendensius dan amat dipolitisasi,” ungkap Sri Radjasa.
Apakah surat ini bersifat rahasia dan bisa dipublikasi, tanya media ini. “Bisa koq, itu surat terbuka, karena pada Selasa, 28 Mei 2019 akan digelar jumpa pers untuk klarifikasi tuduhan kepada Pak Narko,” jawab Sri Radjasa.
Menurut dia, Selasa mendatang, Letjen (Purn) Suryo Prabowo, 2 Mayjen (Purn) Jacky Makarim dan dirinya akan mengelar jumpa pers di Jakarta. Seperti diwartakan laman tempo.co, Selasa, 21 Mei 2019. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto memastikan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) Mayor Jenderal Soenarko, telah ditangkap oleh kepolisian.
Wiranto mengatakan, penangkapan ini awalnya bermula dari video yang beredar di media sosial. "Berkaitan dengan ucapan-ucapan beliau juga pada saat ada penjelasan kepada anak buahnya, yang terekam dan diviralkan," kata Wiranto, saat ditemui di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Mei 2019.
Tak hanya terkait ucapannya. Wiranto mengatakan Soenarko juga diduga terindikasi memiliki hubungan dengan senjata ilegal yang berasal dari Aceh. "Ada keterkaitan dengan adanya senjata gelap yang dari Aceh, yang kemudian diindikasikan, diduga, diminta oleh yang bersangkutan untuk sesuatu, maksud tertentu, yang kita tidak tahu," kata Wiranto.
Namun, dia enggan merinci kasus terkait senjata api ini. Saat itu, Wiranto mengatakan polisi masih menyelidiki kasus tersebut. Langkah kepolisian ini, disebut Wiranto merupakan bukti bahwa aparat penegak hukum dalam menindak pelanggaran. "Di sini supaya kita lihat hitam putih, jangan dikaitkan dengan politik, pilpres, pemilu," kata Wiranto.
Di hari yang sama, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut penangkapan dan penahanan mantan Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko adalah hal biasa dalam proses hukum. Menurutnya, penangkapan Soenarko bagian dari pengembangan kasus.
"Ini proses hukum biasa, pengembangan dari apa itu, masyarakat yang sedang membawa senjata, setelah tertangkap dan ada pengembangan baru yang mengarah kepada Pak Soenarko," ujar Moeldoko di kediamannya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019).
Mantan Panglima TNI itu mengatakan, dari hasil pengembangan itulah yang membuat Soenarko menyandang status sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. "Sehingga hasil pengembangan itu menyimpulkan bahwa Pak Soenarko jadi tersangka," kata dia.
Lagi-lagi Moeldoko mengatakan bahwa penangkapan dan penahanan Soenarko adalah proses hukum yang biasa. Menurut dia, yang menjadikan heboh lantaran momennya berdekatan dengan penetapan hasil Pemilu 2019.
"Menjadi perhatian publik yang lebih serius karena berdekatan dengan situasi, di mana situasi itu menjadi fokus bagi masyarakat Indonesia, yaitu adanya momentum adanya demokrasi skala besar," kata dia.
Moeldoko mengatakan, pihak kepolisian masih memeriksa Soenarko terkait dugaan penyelundupan senjata api. Moeldoko belum bisa memastikan apakah ada keterkaitan penyelundupan tersebut dengan aksi 22 Maret 2019. "Apakah ini bagian dari skenario atau terpisah, nanti dari pemeriksaan saya kira akan terungkap," kata Moeldoko.
Sementara itu, Kapuspen TNI Mayjen TNI Sisriadi juga mengaku belum mengetahui tujuan Soenarko menyelundupkan senjata api. Termasuk jenis senjata yang diselundupkan. "Saya belum tahu persis hasil penyelidikannya. Yang saya tahu seperti yang diberitahukan ke pak menko," kata Sisriadi di tempat sama. Disinggung soal peran seorang tentara aktif juga ikut ditahan yakni Praka BP, Kapuspen belum bisa bicara lebih detil. "Saya belum tahu," singkatnya. [source]