Rizal Ramli: Dibanding 2014, Skala Kecurangan Kali Ini Luar Biasa
GELORA.CO - Pakar ekonomi Rizal Ramli menilai kecurangan pada Pemilu 2019 ini lebih parah dibanding kecurangan pada 2014 silam. Pada 2014 lalu, kata Rizal, Prabowo dinilai legowo menghadapi kecurangan tersebut.
Namun, kali ini ia mengaku tidak akan diam terhadap kecurangan-kecurangan yang terjadi pada Pilpres 2019.
"Tahun 2014 sebenarnya ada kecurangan, memang skalanya relatif kecil, tapi tetap kecurangan. Pak Prabowo waktu itu legowo (sabar), berbesar hati tidak mau ramai, tidak mau protes, nrimo (menerima). Tapi kali ini?" ucap RR, sapaan Rizal yang disambut massa dengan teriakan 'Kita lawan', Selasa (14/5).
Kecurangan yang terjadi saat ini dinilai lebih parah setelah melihat banyaknya kecurangan yang terjadi sejak sebelum pencoblosan hingga usai pencoblosan pada 17 April 2019 lalu.
"Kali ini skala kecurangannya luar biasa. Sebelum Pilpres, pada saat Pilpres, dan setelah Pilpres. Yang paling signifikan adalah daftar pemilih palsu atau abal-abal yang jumlahnya 16,5 juta," tuturnya.
Menurutnya, sebanyak 16,5 juta daftar pemilih siluman telah dilaporkan sejak tiga bulan lalu. Di mana pihak BPN menemukan banyaknya kejanggalan pada DPT tersebut.
"Pak Hasyim sudah protes tiga bulan lalu. Ada puluhan ribu penduduk, nama sama, tanggal lahir sama, kota sama, itu jelas abal-abal. Ada banyak juga data enggak pantas," jelasnya
Sehingga, ia menilai KPU sengaja tutup mata terhadap temuan jumlah DPT yang janggal.
"Mereka tutup telinga, tutup mata tetap mau ada 16,5 juta daftar pemilih yang abal-abal. Karena kalau misalnya dimasukkan, ditambahkan 10 orang ke 800 ribu TPS (menjadi) 8 juta sudah, ditambahin 20 (dpt) jadi 16 juta sudah pasti (Jokowi) menang," tandasnya. [rmol]