Sebut Prabowo dan Jokowi Sama-sama Pelaku Pelanggaran HAM, Haris Azhar: Kenapa juga Saya Bersaksi?
GELORA.CO - Direktur Lokataru, Haris Azhar, menolak menjadi saksi dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019).
Sebelumnya, Haris disebutkan tim kuasa hukum 02 menjadi saksi bersama dengan 17 orang lainnya.
Namun, Haris menolak dengan sederet alasan satu di antaranya mengenai capres kedua kubu 01 dan 02, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto, yang baginya sama-sama merupakan pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
"Kedua belah pihak ini, 01 dan 02, Capresnya punya masalah dengan HAM. Kenapa juga saya harus memberikan kesaksian buat meringankan atau memberatkan salah satunya," ujar Haris, dikutip TribunWow.com dari Kompas Tv, Rabu (19/6/2019)
"Karena siapapun yang terpilih punya problem soal HAM menurut saya sih," pungkasnya.
Sedangkan dalam surat penolakan menjadi saksi juga dikirimkannya kepada hakim MK.
Dikutip dari Tribunnews.com, Haris menulis bahwa Prabowo merupakan sosok yang seharusnya bertanggungjawab terkait penculikan aktivis di tahun 1997-1998.
"Bapak Prabowo Subianto, menurut Laporan Komnas HAM, merupakan salah satu yang patut dimintai pertanggungjawaban atas kasus Penculikan dan Penghilangan orang secara Paksa sepanjang tahun 1997-1998," tulis Haris dalam surat yang diterima Tribunnews.com, pada Rabu (19/6/2019).
Sementara Haris juga menyebut Jokowi tidak menjalankan kewajibannya untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM Berat selama menjabat sebagai Presiden periode 2014-2019.
"Bapak Joko Widodo selama menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019 tidak menjalankan kewajibannya untuk menuntaskan kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat," tulis Haris.
Alasan Lain Haris
Selain itu, Haris juga sebenarnya berposisi sebagai pendamping anggota Polsek Kabupaten Wangi di Garut, Sulman Aziz.
Diketahui, Sulman Aziz disebutkan 02 sebagai polisi yang menyatakan ada ketidaknetralan aparat penegak hukum.
"Sebenarnya, saya dan Sulman Aziz itu sudah lama dikasih tahu, bakal jadi saksi, karena saya oke saja karena saya kan kuasa hukumnya Salman Aziz jadi saya diminta mendampingi Sulman Aziz," ujar Haris.
Akan tetapi Haris merasa pemberitahuan Sulman untuk menjadi saksi 02 kurang segera diberitahukan.
"Cuma Sulman Aziz itu polisi, harusnya surat pemberitahuanya jauh-jauh hari. Ini kan baru malam diberitahu. Jadi Sulman Aziz tidak bisa hadir, saya diminta menggantikan," tuturnya.
"Sampai di situ saya berpikir sampai lewat tadi pagi itu, saya diskusi dengan beberapa teman, dan kayaknya saya enggak tepat karena fungsi saya cuma mendampingi Sulman Aziz."
Ia juga merasa undangan sebagai saksi untuk Sulman kurang profesional.
"Yang kedua saya merasa cara mengundang Sulman Aziz itu terlalu mendadak dan kurang profesional lah."
Ia juga berharap diundang oleh MK, bukan BPN.
"Yang ketiga saya berharapnya diundang oleh MK lah, bukan BPN ataupun TKN. Kan saya ingin menyampaikan fakta ya, jadi itu yang akan disampaikan oleh BPN bahwa nanti akan minta MK undang si Sulman Aziz."
"Tapi yang muncul malah kaya saya jadi timnya BPN dan itu yang menurut saya kurang tepat," ungkapnya.
Sehingga ia menolak hadir dengan alasan tersebut.
"Saya tidak bersedia menolak untuk hadir. Yang harus diundang itu Sulman Aziz. Bukan saya yang diundang. Sulman Aziz itu kan polisi. Jadi baiknya institusi yang mengundang," jelasnya.
"Fakta yang mau disampaikan juga harus berbasis pada UU kepolisian, jadi saya menjaga independensi."[tn]