Tak Jenguk Novel Baswedan, Lieus: Komitmen Jokowi Berantas Korupsi Makin Diragukan
Umatuna.com - Musibah penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, memang mengundang banyak empati dan keprihatinan. Tak sedikit tokoh bangsa yang mengutuk tindakan biadab tersebut. Salah satunya adalah Koordinator Forum Rakyat, Lieus Sungkharisma.
Menurut tokoh Cina yang tak mau lagi disebut sebagai Tionghoa ini, penyiraman air keras yang dilakukan orang tak dikenal ke wajah Novel Baswedan jelas tindakan biadab dan tidak bisa ditolerir.
“Pelakunya harus segera ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Tindakan seperti ini tidak bisa dibiarkan,” geram Lieus kepada redaksi, Sabtu (15/4).
Namun sayangnya, tambah Lieus, Presiden Joko Widodo sampai hari ini tidak kunjung membesuk penyidik komisi antirasuah yang terkenal berani membongkar kasus-kasus besar itu. Bahkan sampai Novel dibawa berobat ke Singapura, Jokowi tak kunjunga menunjukkan batang hidungnya dihadapan Novel.
“Kita tak tau apa yang menghalangi Pak Jokowi untuk membesuk Novel. Tapi sebagai kepala negara, rasanya memang kurang elok. Apalagi dia hanya mengutus Teten Masduki selaku Kepala Staf Kepresidenan,” sesal Lieus.
Lieus mengatakan sikap Jokowi itu sangat beda dengan presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa tahun lalu. Ketua Umum Partai Demorat itu bahkan meluangkan waktu untuk menjenguk aktivis anti korupsi, Tama S Langkun, yang ditabrak orang tak dikenal.
Menurut Lieus, jika gubernur non aktif Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) tidak datang membesuk Novel, ia bisa memakluminya. Sebab Ahok masih tersangkut dalam banyak kasus korupsi yang kini sedang disidik KPK.
“Tapi kalau Presiden Jokowi yang tidak membesuk, itu jelas menimbulkan tanda tanya. Kenapa Presiden Jokowi tidak membesuk Novel Baswedan yang matanya terluka parah karena disiram air keras? Sikap Presiden Jokowi itu membuat kita mempertanyakan kembali komitmennya dalam pemberantasan korupsi,” kata Lieus.
Apalagi, tambah Lieus, ketika para pegawai KPK menginginkan dibentuknya Tim Pencari Fakta atas kasus yang menimpa Novel itu, Presiden Jokowi malah meminta untuk mempercayakan saja kasus tersebut pada Polri. Sikap yang menurut Lieus makin membuat ia ragu atas komitmen Jokowi pada pemberantasan korupsi.
Karena itulah, kata Lieus, walaupun Presiden Jokowi mengutuk keras penyerangan itu dan memerintahan Kapolri untuk mencari pelakunya, tapi semua itu belum cukup.
“Semua itu tidak cukup. Novel itu aparat negara yang sedang menjalankan tugas negara untuk pemberantasan korupsi di negeri ini. Seharusnya empati Presiden itu tak berhenti hanya sebatas pernyataan dan perintah saja,” kata Lieus.
Seperti diketahui, penyiraman air keras kepada Novel Baswedan itu terjadi Selasa (11/4) lalu saat Novel berjalan kaki menuju rumahnya setelah sholat subuh di Masjid Al-Ihsan yang tak jauh dari rumahnya di kawasan kelapa Gading, Jakarta Utara.
Peristiwa itu sontak mengejutkan banyak pihak. Silih berganti tokoh nasional datang membesuk Novel, baik ketika masih dirawat berada di RS Mitra Keluarga maupun setelah dibawa ke RS Jakarta Eye Center. Termasuk budayawan Jaya Suprana yang sebenarnya tak punya hubungan dan kepentingan apapun dengan Novel. Jaya Suprana bahkan menyampaikan keprihatinannya yang mendalam atas penyerangan biadab yang dialami Novel itu.
“Saya berharap masyarakat Indonesia menghentikan angkara murka, saling membenci dan saling mencelakakan di antara sesama warga bangsa,” pinta Jaya Suprana saat itu.
Kunjungan besuk yang dilakukan Jaya Suprana itu, menurut Lieus Sungkharisma, menunjukkan besarnya jiwa kemanusiaan yang dimiliki budayawan tersebut.
“Bayangkan, seorang Jaya Suprana yang tak ada hubungannya dengan Novel, menyediakan waktu untuk menghibur dan membesarkan hati penyidik KPK yang sedang terkena musibah itu. Padahal Jaya Suprana tak punya hubungan apapun dengan Novel. Ini jelas suatu teladan yang baik,” demikian Lieus. (rmol) [Ummatuna/Apikepol]
Menurut tokoh Cina yang tak mau lagi disebut sebagai Tionghoa ini, penyiraman air keras yang dilakukan orang tak dikenal ke wajah Novel Baswedan jelas tindakan biadab dan tidak bisa ditolerir.
“Pelakunya harus segera ditangkap dan dihukum seberat-beratnya. Tindakan seperti ini tidak bisa dibiarkan,” geram Lieus kepada redaksi, Sabtu (15/4).
Namun sayangnya, tambah Lieus, Presiden Joko Widodo sampai hari ini tidak kunjung membesuk penyidik komisi antirasuah yang terkenal berani membongkar kasus-kasus besar itu. Bahkan sampai Novel dibawa berobat ke Singapura, Jokowi tak kunjunga menunjukkan batang hidungnya dihadapan Novel.
“Kita tak tau apa yang menghalangi Pak Jokowi untuk membesuk Novel. Tapi sebagai kepala negara, rasanya memang kurang elok. Apalagi dia hanya mengutus Teten Masduki selaku Kepala Staf Kepresidenan,” sesal Lieus.
Lieus mengatakan sikap Jokowi itu sangat beda dengan presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa tahun lalu. Ketua Umum Partai Demorat itu bahkan meluangkan waktu untuk menjenguk aktivis anti korupsi, Tama S Langkun, yang ditabrak orang tak dikenal.
Menurut Lieus, jika gubernur non aktif Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) tidak datang membesuk Novel, ia bisa memakluminya. Sebab Ahok masih tersangkut dalam banyak kasus korupsi yang kini sedang disidik KPK.
“Tapi kalau Presiden Jokowi yang tidak membesuk, itu jelas menimbulkan tanda tanya. Kenapa Presiden Jokowi tidak membesuk Novel Baswedan yang matanya terluka parah karena disiram air keras? Sikap Presiden Jokowi itu membuat kita mempertanyakan kembali komitmennya dalam pemberantasan korupsi,” kata Lieus.
Apalagi, tambah Lieus, ketika para pegawai KPK menginginkan dibentuknya Tim Pencari Fakta atas kasus yang menimpa Novel itu, Presiden Jokowi malah meminta untuk mempercayakan saja kasus tersebut pada Polri. Sikap yang menurut Lieus makin membuat ia ragu atas komitmen Jokowi pada pemberantasan korupsi.
Karena itulah, kata Lieus, walaupun Presiden Jokowi mengutuk keras penyerangan itu dan memerintahan Kapolri untuk mencari pelakunya, tapi semua itu belum cukup.
“Semua itu tidak cukup. Novel itu aparat negara yang sedang menjalankan tugas negara untuk pemberantasan korupsi di negeri ini. Seharusnya empati Presiden itu tak berhenti hanya sebatas pernyataan dan perintah saja,” kata Lieus.
Seperti diketahui, penyiraman air keras kepada Novel Baswedan itu terjadi Selasa (11/4) lalu saat Novel berjalan kaki menuju rumahnya setelah sholat subuh di Masjid Al-Ihsan yang tak jauh dari rumahnya di kawasan kelapa Gading, Jakarta Utara.
Peristiwa itu sontak mengejutkan banyak pihak. Silih berganti tokoh nasional datang membesuk Novel, baik ketika masih dirawat berada di RS Mitra Keluarga maupun setelah dibawa ke RS Jakarta Eye Center. Termasuk budayawan Jaya Suprana yang sebenarnya tak punya hubungan dan kepentingan apapun dengan Novel. Jaya Suprana bahkan menyampaikan keprihatinannya yang mendalam atas penyerangan biadab yang dialami Novel itu.
“Saya berharap masyarakat Indonesia menghentikan angkara murka, saling membenci dan saling mencelakakan di antara sesama warga bangsa,” pinta Jaya Suprana saat itu.
Kunjungan besuk yang dilakukan Jaya Suprana itu, menurut Lieus Sungkharisma, menunjukkan besarnya jiwa kemanusiaan yang dimiliki budayawan tersebut.
“Bayangkan, seorang Jaya Suprana yang tak ada hubungannya dengan Novel, menyediakan waktu untuk menghibur dan membesarkan hati penyidik KPK yang sedang terkena musibah itu. Padahal Jaya Suprana tak punya hubungan apapun dengan Novel. Ini jelas suatu teladan yang baik,” demikian Lieus. (rmol) [Ummatuna/Apikepol]