Asing Jangan Lebay Tanggapi Kasus Ahok
Umatuna.com - Respon dunia internasional terhadap vonis Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinilai lebay alias belebihan.
Pasalnya, Indonesia sebagai negara merdeka memiliki kedaulatan sendiri dalam hukum. Respon internasional sekan-akan ingin mengobok-obok kedaulatan hukum di Indonesia.
"Indonesia dinilai buruk internasional, padahal nggak seburuk yang mereka nilai. Basisnya harus riset dong, datang ke sini, jangan buat simpulan-simpulan keliru tentang bangsa ini," kata pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, dalam diskusi 'Dramaturgi Ahok' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/5).
Jelas Badrun, hukum harus dihormati. Jangan sampai ada ketidakpercayaan terhadap hukum hanya karena ada sekelompok orang yang tidak puas dengan putusan hukum.
"Indonesia sejak berdiri memilih menjadi rechtstaat (negara hukum), bukan machstaat (negara kekuasaan)," terangnya.
"Karena posisinya negara hukum, maka diperlukan kepercayaan bahwa pengadilan mengambil sesuatu berdasarkan hukum," tukas Badrun menambahkan dilansir dari RMOL Jakarta.
Majelis Hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutus vonis dua tahun penjara terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) karena terbukti bersalah dalam kasus penodaan agama, Selasa lalu (9/5).
Lembaga internasional seperti Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Asia Tenggara PBB (OHCHR), Amnesti Internasional, Uni Europa, parlemen Belanda dan lainnya mengaku prihatin atas vonis terhadap Ahok. Disebutkan, seolah-olah Ahok adalah korban kriminalistas dari kelompok minoritas. (rmol) [Ummatuna/Apikepol]
Pasalnya, Indonesia sebagai negara merdeka memiliki kedaulatan sendiri dalam hukum. Respon internasional sekan-akan ingin mengobok-obok kedaulatan hukum di Indonesia.
"Indonesia dinilai buruk internasional, padahal nggak seburuk yang mereka nilai. Basisnya harus riset dong, datang ke sini, jangan buat simpulan-simpulan keliru tentang bangsa ini," kata pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, dalam diskusi 'Dramaturgi Ahok' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/5).
Jelas Badrun, hukum harus dihormati. Jangan sampai ada ketidakpercayaan terhadap hukum hanya karena ada sekelompok orang yang tidak puas dengan putusan hukum.
"Indonesia sejak berdiri memilih menjadi rechtstaat (negara hukum), bukan machstaat (negara kekuasaan)," terangnya.
"Karena posisinya negara hukum, maka diperlukan kepercayaan bahwa pengadilan mengambil sesuatu berdasarkan hukum," tukas Badrun menambahkan dilansir dari RMOL Jakarta.
Majelis Hakim dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutus vonis dua tahun penjara terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) karena terbukti bersalah dalam kasus penodaan agama, Selasa lalu (9/5).
Lembaga internasional seperti Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Asia Tenggara PBB (OHCHR), Amnesti Internasional, Uni Europa, parlemen Belanda dan lainnya mengaku prihatin atas vonis terhadap Ahok. Disebutkan, seolah-olah Ahok adalah korban kriminalistas dari kelompok minoritas. (rmol) [Ummatuna/Apikepol]