Inilah Alasan Fakta Gugat Penggusuran Ahok
Umatuna.com - Sidang gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta dengan agenda mediasi digelar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 8 Mei 2017. Gugatan diajukan Forum Warga Kota Jakarta (Fakta).
Perbuatan yang dianggap melawan hukum dan menjadi materi gugatan Fakta adalah berbagai penggusuran yang dilakukan Ahok. Dalam penggusuran yang dilakukan, Ahok antara lain dianggap Fakta telah melakukan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1366 KHUPerdata.
Pasal itu berbunyi; "Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi untuk juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian.."
"Tergugat (Ahok) telah lalai melaksanakan kewajibannya untuk mencegah terjadinya tindakan pelanggaran HAM bagi warga masyarakat yang tergusur," kata Ketua Fakta, Azas Tigor Nainggolan SH, MSi, melalui pesan elektronik yang diterima redaksi, Minggu (14/5).
Alasan lainnya, gugatan dilayangkan karena tindakan main gusur yang dilakukan Ahok juga dianggap melanggar UU Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia yang dinyatakan dalam Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 36 ayat (2).
Pasal 27 ayat (1) berbunyi bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah negara RI, adapun Pasal 36 ayat (2) menyatakan bahwa tidak seseorang pun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum.
Selain itu, masih kata Azas Tigor, warga miskin kota yang selama ini menjadi korban penggusuran memiliki hak untuk lebih diprioritaskan mendapatkan perumahan yang layak oleh pemerintah. Hak tersebut terlihat dalam beberapa instrumen ketentuan internasioal yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatur agar setiap pemerintah memberikan tempat tinggal yang layak.
PBB meleluai Lembar Fakta 21 tentang HAM untuk Tempat Tinggal serta Deklarasi Pemajuan Pembangunan Sosial 1969 dirumuskan bahwa setiap orang berhak atas perumahan yang layak.
"Berdasarkan fakta yang terjadi selama penggusuran, perlakuan tidak manusiawi, merendahkan martabat serta penghinaan dan bahkan korban jiwa pun terjadi selama penggusuran sepanjang tahun 2013 sampai dengan 2015. Namun tergugat sebagai representasi negara dalam melindungi HAM, tidak melakukan sesuatu yang signifikan untuk mencegah terjadinya kekerasan dan pelanggaran tersebut," kata Azas menjelaskan alasan gugatan lainnya.
Dari catatan Azas Tigor, selama tahun 2014, ada 26 kasus penggusuran dengan korban sekitar 3.751 kepala keluarga atau 13.852 jiwa warga ibu kota.
Pada tahun 2015 telah terjadi penggusuran 41 kasus di 5 wilayah kotamadya DKI Jakarta dengan korban 5.805 keluarga keluarga atau 24.817 jiwa. Adapun di tahun 2016 terdapat 24 kasus panggusuran dengan korban sekitar 3.899 kepala keluarga atau 15.599 jiwa.
"Semua korban penggusuran itu hingga saat ini tidak pernah mendapatkan penggantian dan perlindungan dari negara," tukas Azas Tigor. (rmoljakarta) [Ummatuna/Apikepol]
Perbuatan yang dianggap melawan hukum dan menjadi materi gugatan Fakta adalah berbagai penggusuran yang dilakukan Ahok. Dalam penggusuran yang dilakukan, Ahok antara lain dianggap Fakta telah melakukan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1366 KHUPerdata.
Pasal itu berbunyi; "Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi untuk juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian.."
"Tergugat (Ahok) telah lalai melaksanakan kewajibannya untuk mencegah terjadinya tindakan pelanggaran HAM bagi warga masyarakat yang tergusur," kata Ketua Fakta, Azas Tigor Nainggolan SH, MSi, melalui pesan elektronik yang diterima redaksi, Minggu (14/5).
Alasan lainnya, gugatan dilayangkan karena tindakan main gusur yang dilakukan Ahok juga dianggap melanggar UU Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia yang dinyatakan dalam Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 36 ayat (2).
Pasal 27 ayat (1) berbunyi bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah negara RI, adapun Pasal 36 ayat (2) menyatakan bahwa tidak seseorang pun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum.
Selain itu, masih kata Azas Tigor, warga miskin kota yang selama ini menjadi korban penggusuran memiliki hak untuk lebih diprioritaskan mendapatkan perumahan yang layak oleh pemerintah. Hak tersebut terlihat dalam beberapa instrumen ketentuan internasioal yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatur agar setiap pemerintah memberikan tempat tinggal yang layak.
PBB meleluai Lembar Fakta 21 tentang HAM untuk Tempat Tinggal serta Deklarasi Pemajuan Pembangunan Sosial 1969 dirumuskan bahwa setiap orang berhak atas perumahan yang layak.
"Berdasarkan fakta yang terjadi selama penggusuran, perlakuan tidak manusiawi, merendahkan martabat serta penghinaan dan bahkan korban jiwa pun terjadi selama penggusuran sepanjang tahun 2013 sampai dengan 2015. Namun tergugat sebagai representasi negara dalam melindungi HAM, tidak melakukan sesuatu yang signifikan untuk mencegah terjadinya kekerasan dan pelanggaran tersebut," kata Azas menjelaskan alasan gugatan lainnya.
Dari catatan Azas Tigor, selama tahun 2014, ada 26 kasus penggusuran dengan korban sekitar 3.751 kepala keluarga atau 13.852 jiwa warga ibu kota.
Pada tahun 2015 telah terjadi penggusuran 41 kasus di 5 wilayah kotamadya DKI Jakarta dengan korban 5.805 keluarga keluarga atau 24.817 jiwa. Adapun di tahun 2016 terdapat 24 kasus panggusuran dengan korban sekitar 3.899 kepala keluarga atau 15.599 jiwa.
"Semua korban penggusuran itu hingga saat ini tidak pernah mendapatkan penggantian dan perlindungan dari negara," tukas Azas Tigor. (rmoljakarta) [Ummatuna/Apikepol]