Istimewakan Freeport, LSM: Sikap Pemerintah ‘Sungguh’ Keterlaluan








Polemik penambangan PT Freeport Indonesia kembali mengemuka setelah pemerintah sepakat memperpanjang kontrak beroperasinya Freeport di Indonesia hingga 2031 nanti.

Atas sikap pemerintah yang masih juga memperlakukan secara istimewa terhadap Freeport terus menuai banyak kecaman.

Menurut Koordinator Riset dan Advokasi Indonesia for Global Justice (IGJ), Budi Afandi, perlakuan khusus terhadap Freeport harus dihentikan. Bahkan pemerintah sendiri berencana akan menerbitkan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan jaminan investasi yang diminta Freeport.

“Ini konyol dan keterlaluan. Karena peraturan tersebut tentu akan berlaku secara umum kepada perusahaan lainnya,” jelas dia, dalam keterangan yang diterima, ditulis Minggu (16/7).

Sikap pemerintah tersebut, katanya, hanya lah gara-gara adanya konflik dengan Freeport. Sehingga pemerintah pun harus bernegosiasi dan mengikuti keinginan Freeport.

“Ini (penerbitan PP tersebut) akan sangat berbahaya terlebih jika nantinya mengakomodir skema penyelesaian sengketa melalu jalur arbitrase internasional,” ingat Budi.

Untuk itu, pemerintah Indonesia diminta tidak usah ragu-ragu dalam menegakkan kedaulatan negara saat berhadapan dengan Freeport McMorran.





“Sebab, perkembangan hukum investasi internasional itu menunjukkan adannya peluang yang menguntungkan pemerintah,” imbuhnya.

Peneliti HUMA, Yustisia Rahman menambahkan, perdebatan mengenai relasi negara dengan investasi sudah berlangsung lama dan terus berkembang, salah satunya berkaitan dengan asas kesucian kontrak (pacta sun servanda) yang selama ini digunakan investor untuk melindungi kepentingannya dalam kontrak.

Padahal, kata dia, terdapat asas Clausula Rebus Sic Stantibus yang dapat dianggap sebagai kontra posisi dari asas kesucian kontrak.

“Asas ini menyatakan bahwa sebuah perjanjian atau kesepakatan di antara bangsa-bangsa dapat dinyatakan tidak berlaku (invalid) jika perubahan situasi yang fundamental (fundamental changed circumstances) yang menyebabkan perjanjian atau kesepakatan tersebut tidak dapat diterapkan,” papar dia.

Selain itu, Resolusi 1803 (XVII) on the Permanent Sovereignty of States over Their Natural Resources (PSNR) juga dapat dijadikan pegangan, dua point resolusi tersebut menyatakan kedaulatan atas sumber daya alam dan sumber kekayaan lain di sebuah negara merupakan hak yang dimiliki oleh negara dan orang-orang yang berada di dalamnya (the right of peoples and nations).

Kemudian, dia melanjutkan, segala aktivitas eksplorasi, eksploitasi atau bentuk pengusahaan lainnya harus sejalan dengan aturan dan prasyarat-prasyarat yang dirasakan perlu oleh negara dan orang-orang yang ada di dalamnya.

Agung Budiono, aktivis PWYP Indonesia mengkritisi ketertutupan pemerintah dalam persoalan Freeport. Padahal sangat penting untuk membuka dokumen kontrak dan proses serta hasil negosiasi dengan Freeport itu.

Apalagi kemudian, kata dia, adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal dugaan pelanggaran yang dilakukkan Freeport. “Termasuk mengenai keputusan Pengadilan Pajak yang telah memenangkan Pemda Papua (dari Freeport), tapi hingga saat ini belum dieksekusi,” kata dia.

sumber : aktual




[M.Bersatu/apik.apikepol.com]

“Jika engkau punya teman – yang selalu membantumu dalam rangka ketaatan kepada Allah- maka peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau lepaskannya. Karena mencari teman -‘baik’ itu susah, tetapi melepaskannya sangat mudah sekali” [Imam Syafi'i]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates: