Setara: Tuntutan Jaksa Atas Ahok Terkesan Main-main






Apikepol.com - Tuntutan 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun terhadap Basuki Purnama alias Ahok dalam perkara penistaan agama semakin membuktikan bahwa hukum sudah dijadikan alat politik.

Dalam tuntutan yang dibacakan di pengadilan kemarin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menganggap Ahok sebagai terdakwa tidak terbukti melakukan tindakan pidana yang melanggal pasal 156a KUHP sebagai dakwaan primer. Namun demikian, Ahok dinyatakan secara sah dan terbukti melanggar pasal 156 KUHP sebagai dakwaan alternatif.

Bagi Setara Institute, tuntutan JPU yang membebaskan terdakwa dari tuntutan pasal 156a malah menguatkan pandangan bahwa unsur penistaan agama dalam pernyataan Ahok yang menyitir Al Maidah: 51 sesungguhnya sulit dibuktikan.

Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, menyebut tuntutan itu secara tersirat mengindikasikan penetapan Ahok sebagai tersangka oleh Kepolisian bukanlah sebuah “due process of law”, namun lebih sebagai upaya penegakan hukum untuk memuaskan hasrat kerumunan politik (political mob). Kerumunan politik itu ingin menjebloskan Ahok ke penjara dan menyingkirkannya dari Pilgub DKI Jakarta melalui "stigmatisasi penista agama".

"Peradilan atas Ahok dengan dakwaan penistaan agama, nyata-nyata merupakan instrumen hukum oleh aparat penegak hukum untuk kepentingan politik, atau setidaknya membiarkan hukum menjadi instrumen memenuhi hasrat dan kepentingan politik kerumunan massa jalanan," jelas Bonar dalam keterangan persnya.

Berkaitan itu, Setara Institute meminta majelis hakim mengoreksi tindakan kepolisian dan kejaksaan tersebut dengan membebaskan Ahok dari segala dakwaan sekaligus merehabilitasi nama baik yang bersangkutan. Sebab, secara hukum, bila JPU secara meyakinkan menyatakan Ahok tidak terbukti melanggar pasal 156a KUHP sebagai dakwaan primer, maka sesungguhnya JPU telah gagal membuktikan "mens rea" (niat jahat) Ahok di balik kalimat pendeknya mengenai Al Maidah: 51 dalam pidato panjangnya di Kepulauan Seribu.

"Cakupan pasal 156 lebih luas dibanding pasal 156a, sehingga tuntutan JPU semakin tidak tepat, kabur dan abstrak atas tuntutannya itu. Tuntutan JPU yang terkesan main-main, semakin kuat mengindikasikan bahwa selama ini penegakan hukum tunduk pada tekanan politik," ucapnya. (rmol) [Ummatuna/Apikepol]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates: