Ketua MK: LGBT Tidak Sesuai dengan Cita-cita Indonesia








Gerakan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di dunia menguat beberapa waktu terakhir. Puluhan perusahaan multinasional dunia malah secara terang-terangan mendukung perkawinan sejenis. Bagaimana di Indonesia? Sebagaimana diketahui, MK saat ini sedang menguji pasal-pasal kesusilaan dalam KUHAP.

Pada saat pembukaan kegiatan Bimbingan Teknis Hukum Acara Mahkamah Konstitusi bagi Dosen Hukum Tata Negara/Hukum Administrasi Negara, di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor, Senin (7/7) kemarin, dilansir website MK, Selasa (18/7/2017), Ketua MK, Arief Hidayat menyatakan bahwa HAM di Indonesia itu bukan hal yang universal.

Arief mengatakan bahwa kondisi hukum secara global sangat berpengaruh bagi negara lain, termasuk Indonesia. Namun, Arief menegaskan hal tersebut sesungguhnya sudah diletakkan oleh founding father dan perlu dilakukan pengembangannya, contohnya dalam kasus HAM.

“Dalam hal keagamaan saja, misalnya, masyarakat Indonesia harus bertuhan dan berkepercayaan atau berkeyakinan, urai Arief.

Saat pada masyarakat muncul kelompok seperti LGBT atau sejenisnya dan minta dilegalkan, tugas dari peradilan hukum adalah memberikan pedoman berperilaku bagi masyarakatnya dan harus disesuaikan dengan cita-cita negara. Oleh karena itu tidak bisa dibuat universal seperti yang ada pada belahan negara lainnya. Peradilan hukum harus melaksanakan cita-cita negara yang telah ditetapkan oleh para founding father Indonesia.

Arief memberikan contoh kasus berdasarkan pengalaman dirinya saat melakukan kunjungan ke negara-negara Eropa. Seperti di Jerman, gerakan hal-hal seperti pengajuan legalitas LGBT, baru muncul beberapa waktu terakhir ini. Bahkan Ketua Mahkamah HAM Eropa menegaskan sistem hukum yang dipraktikkan di negara tersebut bersifat partikuler.

Menurut Ketua MK, Arief Hidayat, mengatakan ada juga permohonan di Irlandia dan Italia, perkawinan sejenis ditolak karena masyarakatnya masih religius. Berbeda halnya dengan Belanda. Di Belanda LGBT dilegalkan karena Belanda sudah sangat liberal.

“Permohonan di Irlandia dan Italia (soal) perkawinan sejenis ditolak karena masyarakatnya masih religius. Namun, berbeda halnya dengan Belanda, karena Belanda sudah sangat liberal. Jadi, itu sudah disesuaikan dengan cita-cita bangsa masing-masing, termasuk Indonesia yang konstitusinya konstitusi religius,” terang guru besar Universitas Diponegoro itu.

sumber: detik




[M.Bersatu/apik.apikepol.com]

“Jika engkau punya teman – yang selalu membantumu dalam rangka ketaatan kepada Allah- maka peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau lepaskannya. Karena mencari teman -‘baik’ itu susah, tetapi melepaskannya sangat mudah sekali” [Imam Syafi'i]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates: