Ringannya Tuntutan Hukuman Ahok Telah Menghina Kecerdasan Rakyat






Apik.apikepol.com - Terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama dituntut hukuman satu tahun penjara dengan dua tahun masa percobaan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Tuntutan dibacakan JPU dalam sidang ke 20 kasus di auditorium gedung Kementerian Pertanian RI, Ragunan, Jakarta Selatan, Kamis (20/4) kemarin.

Ketua Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (Komtak), Lieus Sungkharisma mengatakan, tuntutan JPU kepada Basuki merupakan penghinaan terhadap kecerdasan rakyat.

"Tuntutan JPU itu terlalu ringan dan sangat menghina kecerdasan rakyat," Lieus melalui pesan elekroniknya, Jumat (21/4).

Padahal sebelumnya Basuki didakwa dengan dua pasal, yakni Pasal 156 dan 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 156 KUHP berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".

Sedangkan isi Pasal 156a KUHP adalah, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia."

Sementara dalam tuntutannya, JPU yang dipimpin Ali Mukartono menyebutkan, perbuatan Basuki  secara sah dan meyakinkan telah memenuhi unsur Pasal 156 KUHP.

Dalam tuntutan setebal 129 halaman tersebut, Basuki terbukti melanggar Pasal 156 KUHP yang tuntutan hukumannya paling lama empat tahun.

"Tuntutan JPU itu sama saja dengan menyatakan Ahok bebas dan tidak ditahan. Padahal dalam banyak kasus penistaan agama yang terjadi sebelumnya, tuntutan JPU tidak pernah di bawah empat tahun," ujar Lieus.

Misalnya dalam kasus Lia Eden, Arswendo Atmowiloto maupun Ahmad Mosadeq. Mereka semua dituntut diatas empat tahun penjara.

Lieus menilai JPU dalam tuntutannya penuh keragu-raguan. Padahal dalam tuntutannya JPU menyebut perbuatan Basuki telah menimbulkan keresahan di masyarakat.

"Dengan masa sidang yang begitu panjang dan bertele-tele, dan ternyata tuntutan hukumannya cuma segitu, sidang yang begitu panjang tersebut jadi terkesan mubazir dan buang-buang duit saja," tegas Lieus.

Lieus sendiri menduga, tuntutan hukuman yang terlalu ringan itu dilakukan JPU karena berbagai tekanan.

"Inilah akibatnya jika Jaksa Agung diangkat dari orang partai politik. Di masa datang tidak boleh lagi Jaksa Agung dari kalangan partai politik. Kita harus tegas menolak Jaksa Agung dari partai politik," papar Lieus.

Ditambahkannya, ringannya tuntutan hukuman yang dijatuhkan JPU dalam kasus ini, jelas tidak akan menimbulkan efek jera.

"Saking ringannya tuntutan, saya pastikan orang tidak akan kapok. Padahal seharusnya kasus Basuki ini bisa menjadi pembelajaran yang memberi efek jera terhadap orang-orang yang berniat melakukan pelecehan terhadap agama. Apapun nama agama itu," pungkas Lieus. (rmoljakarta) [Ummatuna/Apikepol]

Banner iklan disini
loading...

Subscribe to receive free email updates: